Pengembangan Kualitas Pendidikan Inklusi di Sekolah Dasar

 

Ilustrasi oleh inovasi.or.id

Oleh Erlina Novita Sari, mahasiswi PGMI INISNU Temanggung

Dimuka bumi  manusia dilahirkan dalam keadaan fitrah.  Akan tetapi tidak ada anak yang dilahirkan dalam keadaan sama meskipun satu Rahim (kandungan) dan satu ibu. Akan tetapi ketidaksamaan itu bukanlah faktor pembeda. Umat islam mengajarkan agar diri pribadi seorang hamba memiliki sikap toleransi dan saling tolong menolong satu sama lain. Kata ABK sudah tidak asing lagi ditelinga, ABK (Anak Berkebutuhan Khusus) didefinisikan sebagai anak yang memiliki kelainan fisik, mental,intelektual, sosial, maupun emosional atau gangguan dari kelainan tersebut yang sifatnya yang sedemikian rupa sehingga memberikan layanan pendidikan khusus (Pratiwi, 2011: 2). 

Pada era saat ini semakin dirasakan betapa pentingnya sebuah pendidikan, hal ini dikarenakan semakin canggihnya teknologi yang diciptakan. Semua orang berhak untuk mendapatkan pendidikan sebagaimana yang tertuang dalam UU Bab XII, Pasal 31 ayat 1 yang menyatakan bahwa “Tiap-tiap warga Negara berhak mendapat pendidikan.” Jadi sesuai dengan peraturan tersebut sudah jelas bahwa semua orang berhak mendapatkan layanan pendidikan termasuk ABK. Pemerintah mencanangkan adanya sebuah pendidikan inklusi atau sekolah inklusi tujuannya adalah agar anak ABK dapat melangsungkan pendidikan dan hak akan pendidikannya terpenuhi. Pendidikan Inklusi memberikan kesempatan kepada semua pendidik untuk melakukan kegiatan belajar mengajar yang bermanfaat sesuai dengan karakter dan kemampuan peserta didik baik peserta didik yang normal dan yang berkebutuhan khusus. Dalam pendidikan inklusi sekolah juga harus  mengkolaborasikan semua anak tanpa memandang fisik, mental dan sosial.

Guru sangat berperan penting dalam sekolah inklusi karena guru akan melayani, membimbing dan mendidik peserta didik berkebutuhan khusus yang datang ke sekolah inklusif. Seorang guru dalam sekolah inklusi juga harus mengetahui karakteristik dan kebutuhan peserta didik berkebutuhan khusus agar anak yang berkebutuhan khusus mendapatkan layanan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhannya. Untuk itu perlu adanya pengembangan pendidikan inklusi agar tercipta suasana pembelajaran yang kondusif dan menyenangkan dengan keanekaragaman karakter dan keadaan baik fisik dan mental. Dalam upaya pengembangan penyelenggaraan pendidikan inklusi  membutuhkan beberapa aspek yang saling mempengaruhi dan berkolaborasi guna mewujudkan pendidikan inklusi yang ideal. Peningkatan kualitas pendidikan inklusi dapat dilakukan dengan beberapa faktor pendorong baik dari internal sekolah maupun eksternal sekolah. Pengembangan pendidikan inklusi dari internal sekolah dapat dilakukan   melalui empat standar kompetensi yang dimiliki guru. Karena kompetensi guru  berperan berperan penting dalam kelangsungan belajar mengajar dan menjadi support dalam rangka pengembangan pendidikan inklusi yang baik. 

Kompetensi itu meliputi:  Pertama, Kompetensi Pedagogik,kompetensi ini merupakan sebuah kemampuan yang dimiliki seorang guru dalam mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran,  evaluasi hasil belajar dan pengembangan peserta didik dalam mengakulturasikan kompetensi yang dimiliki peserta didik. kompetensi sosial, kompetensi kepribadian  dan kompetensi professional (Irdamurni, 2020: 83). Dalam hal ini guru harus mampu menyesuaikan diri untuk membantu pembelajaran pada tiap-tiap peserta didik, kemudian dalam pembelajaran guru tidak sekedar menyampaikan materi tetapi juga melakukan pendampingan dalam kegiatan khususnya untuk anak berkebutuhan khusus. 

Kedua, Kompetensi Sosial. kemampuan guru sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan berinteraksi seara efektif dan efisien dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua atau wali murid dan masyarakat sekitar serta tidak bersikap diskriminatif terhadap peserta didik (Ni’matuzzahroh, 2016: 63). Kompetensi ini menyangkut kemampuan berkomunikasi dengan peserta didik dan lingkungannya. Dalam hal ini guru harus mampu berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dengan semua peserta didik baik dengan siswa pada umumnya maupun dengan siswa yang memiliki kebutuhan khusus tanpa adanya unsur diskriminasi agar tercipta sebuah layana pendidikan yang ramah lingkungan dan ramah anak. Apabila guru mampu bersosialisasi dengan siswa secara mudah maka akan mudah pula memahami karakter dan kebutuhan peserta didik. Untuk memahami karakter ABK maka guru juga perlu berkomunikasi dengan orang tua peserta didik agar terjalin sebuah komunikasi yang objektif, inklusif dan santun. 

Ketiga, Kompetensi Kepribadian. Pada kompetensi ini seorang guru harus mampu memanajemen kepribadiannya yang baik, dewasa, seimbang, berwibawa, arif, menyenangkan dan mampu menjadi teladan bagi anak didik serta berakhlak mulia (Utami, 2020: 82). Seperti pepatah jawa mengatakan guru “digugu lan ditiru” yang artinya seorang guru adalah figur yang menjadi contoh bagi siswanya karena apa yang dilakukan oleh guru sedikit banak juga akan ditiru oleh siswanya. Dalam kompetensi ini guru juga harus mengobarkan etos kerja yang tanggung jawab dan percaya diri. Dengan rasa percaya diri yang dimiliki oleh guru dapat pula membangkitkan rasa percaya diri anak berkebutuhan khusu yang ada disekolah inklusi. Dengan rasa percaya diri ang mereka miliki akan menimbulkan rasa kenyamanan dan berpaling dari rasa insecure.

Keempat, Kompetensi Profesional. Kompetensi ini merupakan pemahaman atau pengembangan materi pembelajaran secara kreatif dan inovatif yang memungkinkan membimbing peserta didik memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan dalam Standar Nasional Pendidikan (Irdamurni, 2020: 83). Dalam kompetensi ini guru juga harus menyusun dan mengolah strategi mengajar dan media pembelajaran agar seluruh siswa baik yang normal dan yang berkebutuhan khusus dapat berkolaborasi didalamnya. Dalam pelaksanaan proses pembelajaran keaktifan siswa juga perlu ditingkatkan terutama anak berkebutuhan khusus juga dilibatkan didalamnya agar terjadi sebuah interaksi anatar keduanya. 

Tidak kalah pentingnya pengembangan mutu pendidikan inklusi juga dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya: Kurikulum, kualitas tendik, sarpras, sumber dan dan manajemen sekolah itu sendiri.  Selain dari empat standar kompetensi guru proses pengembangan pendidikan inklusi yang berkualitas dalam sekolah  dasar juga memerlukan dukungan dari berbagai pihak eksternal diantaranya partisipasi dan dukungan dari masyarakat dan para orang tua siswa (Minsih, 2020: 184). Jika dilihat dari waktu siswa banyak menghabiskan waktunya di ramah atau di masyarakat dan di sekolah hanya berapa persen saja dari waktu 24 jam. Dari sikap komitmen dan bekerja sama antara guru dan orang tua yang positif dengan mudah mampu mendorong dan mempengaruhi semangat siswa dalam belajar yang akan menuai peningkatan kualitas pendidikan sekolah inklusi tersebut. Apabila seorang anak sudah memiliki spirit dalam sebuah pembelajaran dan pendidikan maka dalam hal pengembangan mutu pendidikan inklusi juga akan mudah. Akan tetapi antara guru dan siwa juga menciptakan interaksi yang baik gua mewujudkan sebuah pendidikan yang berkualitas. 

Dari pemaparan di atas dapat diketahui bahwa tujuan dari pendidikan inklusi adalah untuk memberikan pelajaran terhadap ABK sedini mungkin, untuk memaksimalkan kesempatan anak terlibat dalam aktivitas yang normal atau sesuai dengan anak-anak lainnya agar semua anak memperoleh pendidikan yang bermutu sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya serta untuk mewujudkan penyelenggaraan pendidikan yang menghargai keanekaragaman dan tidak diskriminatif bagi semua anak. Sudah saatnya untuk mengubah keyakinan masyarakat tentang anak berkebutuhan khusus karena pada dasarnya mereka merupakan bagian dari masyarakat tanpa adanya diskriminasi (perbedaan).





Posting Komentar

0 Komentar