Oleh : Arjudin
Dalam sholat pakaian sangat penting untuk dibahas karena berkaitan dengan penutupan aurat yang menjadi syarat sahnya shalat juga menentukan keabsahan shalat itu sendiri. Berbeda kewajiban menutup aurat antara laki-laki dan perempuan. Jika laki-laki memakai atasan pendek dan sarung sudah memenuhi syarat sedangkan untuk perempuan penutupan aurat dalam shalat menurut imam syafii yaitu semua anggota badan kecuali muka dan telapak tangan.
Menutup aurat merupakan tindakan untuk menghalangi warna kulit terlihat dari luar. Salah satu benda untuk menutup aurat yaitu sarung yang kebanyakan dipakai para muslim dalam menjalanka sholat.
Ulama Mazhab Maliki memberikan catatan bahwa jika warna kulit aurat tubuh yang shalat itu masih tampak, maka kindisi itu sama saja dengan kondisi tanpa penutup aurat. Tetapi bila hanya menggambarkan warna kulit aurat, maka hal ini terbilang makruh.
وقال الشافعية: شرط الساتر: ما يمنع لون البشرة، ولو ماء كدراً أو طيناً، لاخيمة ضيقة وظلمة، ويجب عندهم أن يكون الساتر طاهراً، وقال المالكية: إن ظهر ما تحته فهو كالعدم، وإن وصف فهو مكروه
Artinya: “Ulama Mazhab Syafi‘i mengatakan bahwa syarat penutup aurat adalah benda yang mencegah penampakan warna kulit sekali pun ia hanya air keruh atau tanah, bukan kemah yang sempit dan kegelapan. Penutup aurat itu, menurut mereka, harus suci. Sementara ulama Mazhab Maliki, kalau tetap muncul warna kulit di balik penutup itu maka ia sama saja dengan tanpa penutup. Tetapi jika hanya menggambarkan warna kulit, maka itu makruh,” (Lihat Syekh Wahbah Az-Zuhayli, Al-Fiqhul Islami wa Adillatuh, [Beirut, Darul Fikr: 1985 M/1405 H], cetakan kedua, juz I, halaman 579).
Adapun ulama Mazhab Hanbali sepakat bahwa penutup aurat merupakan syarat sag shalat. Tetapi menampakkan sedikit aurat tidak membatalkan shalat.
وإن انكشف من العورة يسير، لم تبطل صلاته، لما رواه أبو داود عن عمرو ابن سلمة الذي كانت تنكشف عنه بردته لقصرها إذا سجد. وإن انكشف من العورة شيء كثير، تبطل صلاته. والمرجع في التفرقة بين اليسير والكثير إلى العرف والعادة
Artinya, “Jika aurat seseorang sedikit terbuka, maka shalatnya tidak batal sebagaimana riwayat Abu Dawud dari Amr bin Salamah yang terbuka selendangnya karena terlalu pendek saat sujud. Tetapi jika auratnya besar telihat, maka shalatnya batal. Ketentuan kecil dan besar berpulang pada adat dan kelaziman di masyarakat,” (Lihat Syekh Wahbah Az-Zuhayli, Al-Fiqhul Islami wa Adillatuh, [Beirut, Darul Fikr: 1985 M/1405 H], cetakan kedua, juz I, halaman 592).
Maka kita bisa menarik kesimpulan bahwa shalat dengan Sarung, atau celana sedikit berlubang pada bagian aurat tidak berpengaruh pada keabsahan shalat.
0 Komentar