Oleh Darmiatun, mahasiswi INISNU Temanggung
Kehidupan
manusia yang merupakan makhluk sosial memang memfitrahkan adanya pimpinan dan
yang dipimpin. Juga menggariskan bahwa kepemimpinan adalah sesuatu yang mesti
ada dalam setiap tatanan keluarga, masyarakat atau batas wilayah tertentu. Dalam
kondisi “krisis kepemimpinan” seperti saat ini, kita sebagai umat pilihan, yang
dianugrahkan Allah ta’ala dengan ajaran islam yang sempurna, dan universal,
seharusnya tak perlu bingung apalagi berbeda dalam hal penentuan karakter dan
kriteria pemimpin yang didambakan.
Diantara kriteria pertama dan utama yang mesti dibenahi terlebih dahulu
adalah perkara keshalihan dan mushlih-nya seorang pemimpin. Shalih dalam artian
menjalankan kewajiban dan ketaatan sebagai seorang muslim atau dalam istilah
yang lebih umum disebut juga bersifat taqwa. Keshalihan ini tidak hanya nampak
dari segi ibadahnya , namun juga dari segi muamalah, dan akhlak yang baik ter hadap sesama dan rakyat yang dipimpinnya.
Perilaku kepemimpinan seperti inilah yang disebut sebagai sikap keteladanan.
Dalam islam, keteladanan ini merupakan harga mati yang tak bisa
diremehkan oleh setiap pemimpin.. Islam mengajarkan bahwa keteladanan tak akan
mungkin diraih tanpa adanya sifat shalih yang terpatri dalam jiwa seorang
pemimpin. Sebab itu yang paling pantas menjadi qudwah/teladan utama adalah
pemimpin yang paling shalih yaitu Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam. Oleh
karena itu, sifat teladan ini wajib ada dalam diri seorang pemimpin. Agar
masyarakat atau orang-orang bawahannya bisa meneladaninya dengan baik. Ini bisa
tergambarkan dalam sosok pemimpin berikut :
Ø Bersifat sebagai seorang murabbi (pembina)
Sifat inilah yang
dipraktekkan oleh Rasulullah dan para khalifah setelahnya. Tidak hanya menjadi
sosok yang disegani dengan perintah dan kewibawaannya, namun juga dihargai
sebagai sosok pembina dan pendidik yang mengajarkan bawahan dan rakyat yang
dipimpinnya akan nilai-nilai keimanan, ibadah dan akhlak yang baik. Ini bukan
berarti bahwa seorang pemimpin harus berasal dari kalangan ulama, namun sekedar
mengisyaratkan bahwa seorang pemimpin teladan tidak pantas jahil dan bersikap
masa bodoh dengan ajaran-ajaran pokok islam.
Ø Bersikap sederhana dan rendah hati
Artinya tidak
menjadikan jabatannya sebagai batu loncatan untuk bermewah-mewahan dan
menyombongkan diri, apalagi memperkaya diri lewat korupsi dan penyelewengan
kekuasaannya. Tetap kalem dan ceria dihadapan rakyat dan yang dipimpinnya,
serta selalu menanamkan prinsip bahwa keutamaan dan ketinggian derajat hakiki
manusia ditentukan oleh takwa dan imannya, bukan jabatan dan pangkat.
Ø Bersikap jujur, amanah, dan adil
Ia adalah
kewajiban utama seorang pemimpin. Jika ia benar-benar mengaplikasikan
sifat-sfat mulia ini, maka yang dipimpinnya tentu akan meneladani dan mengikuti
sikapnya, sehingga kesejahteraan yang didambakan akan tercapai dengan mudah. Mereka
yang adil, jujur dan amanah inilah salah satu dari tujuh golongan yang akan
diberikan naungan oleh Allah diakhirat kelak, dimana saat itu tidak ada naungan
selain naungan-Nya sebagaimana dalam hadis populer muttafaq ‘alaihi.
Ø Adanya sinergi antara ucapan dan perbuatan
Pada dasarnya
pemimpin yang teladan adalah yang berhasil menanamkan prinsip keberhasilan
dalam diri pribadinya sendiri yaitu mensinergikan antara ucapan, janji dengan
perbuatan dan tindak tanduknya, tidak menjadi sosok munafiq yang hanya bermanis
kata.
Ø Taqwa, salih dan mushlih
Seorang pemimpin
yang shalih dan mushlih ini, tentu tidak akan menyalahgunakan jabatan yang
dipikulkan padanya, karena tujuan utamanya menjadi pemimpin adalah demi
memperbaiki dan mengatur kehidupan masyarakat dengan penuh keikhlasan.
Demikian, semoga
dari umat ini akan keluar para pemimpin teladan yang shalih-mushlih, dan
mukhlis dalam menegakkan agama Allah ta’ala diatas bumi ini, Aamiin.
0 Komentar