
Oleh Puput Sukma, mahasiswa INISNU Temanggung
Seorang anak kecil bisa kita ibaratkan dengan kertas putih yang sedang digunakan untuk menulis menggunakan pensil, coretannya terlihat, namun masih mudah untuk dihapus, jika dihapus menggunakan penghapus akan bersih kembali. Begitu juga dengan karakter dan kepribadian anak itu,sedang dalam proses untuk dibentuk, dan masih mudah untuk mengubahnya. Terbentuknya karakter anak tersebut sangat dipengaruhi diantaranya oleh orang tua dan lingkungannya.
Saat ini banyan orang tua yang memasukkan putra putrinya ke Pendidikan Anak Usia Dini (PIAUD) dengan berbagai macam alasan seperti, kedua orangtuanya sama sama sibuk, si orang tua ingin anaknya belajar bersosialisasi dan lain sebagainya.
Pola asuh orang tua terhadap anak akan terlihat sejak anak dilepaskan di dunia luar, salah satunya di sekolah. Setiap murid wajib dan berhak untuk mendapatkan hak yang sama, ilmu yang sama dan perhatian yang sama. Terdapat sebuah kasus, ada seorang murid, anggap saja namanya Emuy, seorang murid dari salah satu PIAUD. Si Emuy ini tidak pernah mau mengalah dengan temannya, mau menang sendri. Seperti saat jajan, dalam sekolah tersebut diajarkan untuk mengantri ketika jajan, namun kerap kali si Emuy ini tidak pernah mau untuk ikut mengantri, ia ingin selalu mendapat urutan pertama, jika ia tidak mendapat urutan pertama, ia akan menangis secara histeris sehingga membuat si guru mau tidak mau menuruti keinginannya, salah satu alasannya yaitu menghindari terjadinya hal yang lebih buruk lagi.
Dari kejadian tersebut kita bisa mengambil kesimpulan bahwa si Emuy ini memiliki sifat yang egois dan jika memiliki keinginan harus terpenuhi. Namun apakah dia akan tiba-tiba seperti itu? Jika kita telusuri ternyata seorang anak yang memiliki karakter seperti ini sudah terbiasa melakukan hal demikian dirumahnya. Orang tua memang terbiasa memanjakan anaknya dan memenuhi semua keinginannya, tanpa sedikit memberi pengertian bahwa “Di dunia ini tidak semua yang kita inginkan bisa kita dapatkan, apalagi dengan cara yang begitu mudah dan tinggal memerintah.”
Menunjukkan rasa sayang kepada anak bukan semata mata selalu menuruti keinginannya. Jika kita terus menerus bersikap seperti itu sama halnya dengan menanamkan penyakit kepada anak sejak dini. Bukankah sebelum bertindak seharusnya kita memikirkan bagaimana dampaknya untuk jangka waktu panjang. Karena sebagai orang tua, tidak akan selamanya mendampingi si anak. Anak akan selalu tumbuh dan berkembang, ia akan hidup diluar dekapan orang tua. Si anak juga akan bersosialisasi dengan orang lain dan juga lingkungan.
Orang tua mempunyai PR tersendiri dalam mendidik anak. Bagaimana menjadi orang tua yang baik, terutama dalam mendidik anaknya. Lalu apa saja yang Harus dilakukan orang tua, atau bagaimana pola asuh yang baik dan benar saat menjadi orang tua. Beberapa gaya atau pola orang tua dalam mengasuh anak yaitu
1. Pola Asuh otoriter
Yaitu orang tua yang sering memaksakan kehendak kepada anaknya. Sering kali kita menemukan orang tua yang selalu mengatur anaknya, terkadang anak tidak diberi kesempatan untuk menentukan pilihannya sendiri. Orang tua menginginkan anaknya mengikuti semua yang diperintahkan orang tuannya dengan dalih “Ini adalah jalan terbaik, karena orang tua hanya menginginkan yang terbaik untuk anaknya” sebenarnya kita tidak boleh memaksakan kehendak kita kepada anak karena anak juga mempunyai mimpi dan cita cita sendiri yang mereka angga itu yang terbaik utuk dirinya, karena tidak dipungkiri kalau anak juga tau mana yang kiranya baik untuk dirinya dan mana yang tidak.
2. Pola Asuh Permisif
Yaitu orang tua yang selalu menuruti keinginan anak. Gaya ini kebalikan dari otoriter ya. Mengimplementasikan rasa sayang tidak melulu harus menuruti semua keinginan si anak. Kita juga harus memberikan pengertian kecil kepada anak, semisal ketika menginginkan sesuatu tidak harus ada dan dituruti ketika sedang tidak punya uang. Si anak diajarkan cara bersabar. Jika di rumah orang tua selalu menuruti keinginan si anak, ,maka tidak dipungkiri juga si anak anak tumbuh menjadi orang yang egois dan mau menag sendiri, pola itu akan menjadin kebiasaan dan terbawa ke kehidupan sosialnya juga. Bukankah kasihan ika ada yang yang seperti itu, bisa jadi teman temannya tidak suka dan dia akan dijauhi oleh teman reman sekitarnya.
3. Pola Asuh Neglectful
Pola asuh cuek atau abai merupakan pola asuh yang minim keterlibatan orang tua. Orang tua cenderung membiarkan anak berkembang dengan sendirinya. Pada jenis pola asuh ini, orang tua hanya memenuhi kebutuhan fisik dasar anak, seperti makan, tempat tinggal, dan pakaian. Sementara itu, kebutuhan secara psikologis dan emosional jarang terpenuhi.
4. Pola Asuh otoritatif
Gaya ini merupakan yang paling efektif dan sesuai, karena selain orang tua mengawasi si anak, mereka juga memberi kebebasan kepada anak. Memberikan kebebasan bukan berai membiarkannya begitu saja, namun lewat pengawasan. Orang tua memberitahu mana yang baik dan mana yang uruk, jika si anak senang terhadap suatu hobi orang tua mendukungnya, dan jika anak membuat kesalahan orang tua memberikan nasehat, jika perbuatan itu salah dan menyuruh si anak agar tidak mengulanginya lagi.
Setelah mempelajari 4 gaya pengasuhan anak di atas, kita jadi mengetahui kalua pola asuh yang terbaik adalah yang nomor 4 yaitu gaya otoritatif, sedangkan yang terjadi dengan kasus si Emuy itu bisa jadi orang tua menggunakan gaya pengasuhan yang permisif. Sebagai orang tua harus pandai pandai mengetahui cara yang paling efektif untuk mengasuh anak agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan dikemudian hari, walaupun semua orang itu mempunyai tujuan yang sama yaitu menginginkan yang terbaik untuk anaknya, namun bukan berarti dilakukan sesukanya Karen semua memiliki kadar dan aturan masing masing.
0 Komentar