Oleh :
Ahmad Rizqi Latif Oktavian,Muhamad Sodikin ,dan Muhammad Syadad Rosyid
Mahasiswa PGMI Institut Islam Nahdlatul Ulama (INISNU) Temanggung
Rapuh atau kuatnya sebuah aqidah anak tergantung dari lingkungannya,
terutama lingkungan keluarga, keluarga adalah lingkungan hidup pertama dan
utama bagi setiap anak. Dalam keluarga, peran orang tua memiliki pengaruh yang
sangat besar dan tanggung jawab membimbing anak-anaknya serta menanamkan
nilai-nilai aqidah menjadi dasar penentu bagi kelangsungan kehidupan
selanjutnya. Sehingga anak mendapat rangsangan, hambatan atau pengaruh yang
pertama-tama dalam pertumbuhan dan perkembangannya, baik perkembangan biologis
maupun perkembangan jiwa atau pribadinya. Keluargalah yang menyiapkan potensi
pertumbuhan dan pembentukan kepribadian anak. Ayah dan ibu adalah teladan pertama
bagi pembentukan pribadi anak. Keyakinan-keyakinan, pemikiran dan perilaku ayah
dan ibu dengan sendirinya memiliki pengaruh yang sangat dalam terhadap
pemikiran dan perilaku anak. Karena kepribadian manusia muncul berupa
lukisan-lukisan pada berbagai ragam situasi dan kondisi dalam lingkungan
keluarga.
Keluarga berperan sebagai faktor pelaksana dalam mewujudkan
nilai-nilai, keyakinan keyakinan dan persepsi budaya sebuah masyarakat. Ayah
dan ibu yang harus melaksanakan tugasnya di hadapan anaknya. Khususnya ibu yang
harus memfokuskan dirinya dalam menjaga akhlak, jasmani dan kejiwaannya pada
masa pra kehamilan sampai masa kehamilan dengan harapan Allah memberikan
kepadanya anak yang sehat dan saleh. Sebagaimana Firman Allah SWT dalam surat
At-Tahrim ayat 6:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا
قُوْٓا اَنْفُسَكُمْ وَاَهْلِيْكُمْ نَارًا وَّقُوْدُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ
عَلَيْهَا مَلٰۤىِٕكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَّا يَعْصُوْنَ اللّٰهَ
مَآ اَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُوْنَ مَا يُؤْمَرُوْنَ
“Wahai orang-orang yang beriman!
Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah
manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, dan keras, yang
tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan
selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.”
Ayat di atas menunjukkan bahwa orang tua berkewajiban memelihara diri
dan keluarganya dari hal-hal yang tidak pantas, serta lebih dahulu menjalankan
perintah agama secara baik. Sebab anak lebih cenderung meniru dan mengikuti
kebiasaan yang ada dalam lingkungan hidupnya. Jadi jika orang tua memiliki
kebiasaan melakukan hal-hal yang baik, maka anak-akan menjadi manusia saleh,
karena sejak kecil sudah ditempa hal-hal yang baik.
Penerapan pendidikan aqidah Islam dalam keluarga diperlukan penggunaan
suatu metode. Sehingga suasana dan lingkungan keluarga yang kondusif akan lebih
membantu cara dan tehnik penyampaian pendidikan aqidah bagi anak-anak. Yang
dimaksud metode pendidikan aqidah dalam keluarga adalah cara yang dapat
ditempuh dalam memudahkan tujuan pendidikan aqidah dalam keluarga. Diantara
metode yang dapat digunakan orang tua dalam pendidikan Aqidah Islam pada anak
diantaranya adalah mengenalkan kalimat tauhid, keteladanan, pembiasaan,
nasihat, dan pengawasan. Yang mana semua metode itu saling berkaitan dan harus
dilaksanakan secara berkesinambungan. Oleh sebab itu hasil dari pendidikan
aqidah dalam keluarga tidak dapat dilihat langsung hasilnya. Namun berkembang
secara terus menerus sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan anak.
Jadi bagaimana cara kita membangun Akidah anak dari dini?
Pertama, dekatkan mereka dengan kisah-kisah atau cerita yang mengesakan
Allah Ta’ala.Terkait hal ini para orangtua sebenarnya tidak perlu bingung atau
kehabisan bahan dalam mengulas masalah cerita atau kisah. Karena, Al-Qur’an
sendiri memiliki banyak kisah inspiratif yang semuanya menanamkan nilai
ketauhidan. Akan tetapi, hal ini tergantung pada sejauh mana kita sebagai
orangtua memahami kisah atau cerita yang ada di dalam Al-Qur’an. Jika kita
sebagai orangtua ternyata tidak memahami, maka meningkatkan intensitas atau
frekuensi membaca AlQur’an sembari memahami maknanya menjadi kebutuhan yang
tidak bisa ditunda. Kalaupun dengan cara membaca ternyata masih belum bisa.
Kita bisa menyiasatinya dengan membeli buku-buku kisah dalam Al-Qur’an. Jadi,
orangtua jangan pernah membelikan anak-anaknya buku cerita, novel atau kisah
apapun yang tidak mengandung nilai akidah. Lebih-lebih yang mengandung unsur
mitos dan pluralisme-liberalisme. Orang tua mesti sadar bahwa anak-anak kita
saat ini adalah target dari upaya sekulerisme peradaban Barat. Untuk itu, sejak
dini, anak-anak kita sudah harus memiliki kekuatan akidah sesuai dengan daya
nalar dan psikologis mereka. Oleh karena itu, tahapan dalam menguatkan akidah
anak harus benar-benar kita utamakan. KH. Zainuddin MZ berpesan dalam salah
satu pencerahannya, “Didik mereka dengan jiwa tauhid yang mengkristal di dalam
batinnya, meresap sampai ke tulang sumsumnya, yang tidak akan sampaipun nyawa
berpisah dari badannya, akidah itu tidak akan terpisah dari hatinya. Bahkan dia
sanggup dengan tegar berkata, “Lebih baik saya melarat karena mempertahankan
iman dari pada hidup mewah dengan menjual akidah.”
Kedua, ajak anak mengaktualisasikan akidah dalam kehidupan seharihari.
Setelah langkah di atas, selanjutnya tugas kita sebagai orangtua adalah mengajak
mereka untuk mengaktualisasikan akidah dalam kehidupan sehari-hari. Apabila
anak kita belum baligh, maka aktualisasi akidah ini bisa dilakukan dengan
mengajak anak ikut mendirikan sholat. Sesekali kita kenalkan dengan masjid,
majelis taklim, dan sebisa mungkin ajak mereka untuk senantiasa mendengar
bacaan Al-Qur’an dari lisan kedua orangtuanya. Jika tujuan kita adalah
mengajak, maka keteladanan jauh lebih efektif. Adapun kala anak kita sudah
baligh maka orangtua harus tegas dalam masalah akidah ini. Jika anak sudah
berusia 10 tahun dan enggan mendirikan sholat, maka memberi hukuman dengan
memukul sekalipun, itu dibolehkan. Apabila anak kita perempuan, maka mewajibkan
mereka berjilbab menjadi satu keniscayaan. Dan, itu adalah bagian dari
aktualiasi akidah. Dengan demikian, sejatinya tugas orangtua dalam masalah
akidah ini benar-benar tidak mudah. Sebab selain mengajak, orangtua juga harus
senantiasa melakukan kontrol akidah anak-anaknya. Terlebih pengaruh budaya saat
ini, seringkali menggelincirkan kaum remaja pada praktik kehidupan yang
mendangkalkan akidah.
Ketiga, mendorong anak-anak untuk serius dalam menuntut ilmu dengan
berguru pada orang yang kita anggap bisa membantu membentuk frame berpikir
islami pada anak. Orangtua tidak boleh merasa cukup dengan hanya menyekolahkan
anak. Sebab akidah ini tidak bisa diwakilkan kepada sekolah atau universitas.
Untuk itu, orangtua mesti memiliki kesungguhan luar biasa dalam hal ini. Di
antaranya adalah dengan mencarikan guru yang bisa menyelamatkan dan menguatkan
akidah mereka. Dorong anak-anak kita untuk bersilaturrahim, berkunjung ke
pengasuh pesantren agar belajar, diskusi atau sharing masalah akidah. Dorong
mereka untuk mendatangi majelis-majelis ilmu yang diisi oleh guru, ustadz,
ulama atau pun figur publik Muslim yang terbukti sangat baik dalam menguatkan
akidah anak. Mengapa kita sebagai orangtua merasa ringan mengeluarkan biaya
untuk kursus ini, kursus itu, sementara untuk akidah yang super penting, bahkan
untuk masalah surga dan neraka kita sendiri, kita sebagai orangtua justru tidak
mempedulikannya.
Setidaknya ada 7 manfaat yang dapat dipetik dari upaya menanamkan
akidah pada anak sejak dini yaitu:
1. Memperkokoh
keyakinan akan ke-Esaan Allah pada anak.
2. Meyakini
ke-Esa-an Allah dalam dzat, sifat-sifat dan perbuatan-Nya.
3. Agar anak
merasakan ketenangan dan keseimbangan diri.
4. Anak akan
bangga karena telah menganut agama yang agung ini, merasa berarti dan mulia
dalam hidup ini sebagai manusia.
5. Membentuk
kepribadian dan prilaku-prilaku Islami.
6. Menciptakan
pemahaman yang benar dan rasional.
7. Menghindari
dari hal–hal yang bersifat bid'ah dan khurafat yang dapat menghancurkan akidah
dalam diri anak.
Oleh karena itu maka tidaklah berlebihan jika tauhid atau keimanan itu
dikenalkan sejak dini kepada anak-anak kita demi membangun pondasi keimanannya
yang kuat.
Dengan demikian anak akan mendapatkan benteng dalam menghadapi era
seperti sekarang, yang mana dengan perkembanga zaman yang pesat juga akan
mengeser atau menghilangnya akidah bagi anak. Oleh sebab itu penting peran
keluarga dalam pendidikan akidah pada anak, sehingga meskipun dengan perubahan
zaman yang pesat, akidah islam pada anak tidak akan terkikis, tergeser ataupun
hilang.
0 Komentar