Peran Keluarga dalam Pendidikan Aqidah Islam pada Anak

 


Oleh :

Ahmad Rizqi Latif Oktavian,Muhamad Sodikin ,dan Muhammad Syadad Rosyid

Mahasiswa PGMI Institut Islam Nahdlatul Ulama (INISNU) Temanggung

 Saat ini sering kali terjadi kenakalan yang dilakukan oleh anak maupun remaja. Dari berita TV, sosial media dan surat kabar sering ditemukan adanya kasus kenakalan anak atau kenakalan remaja yang dampaknya sangat luas. Dari kenakalan anak atau kenakalan remaja yang semakin hari semakin menyedihkan ini terdapat salah satu penyebab masalah, yaitu lemahnya keimanan seorang anak dan seakan benteng yang ada dalam diri mereka begitu rapuh. Sehingga dengan mudahnya hal-hal yang merusak mampu mempengaruhinya dan mendorong mereka untuk melakukan perbuatan menyimpang. Inilah mengapa sejak kecil anak perlu ditanamkan aqidah yang benar dan sesuai dengan yang diajarkan Islam. Aqidah Islam merupakan hal pertama yang harus dikenalkan kepada anak sejak usia dini agar anak mengenal agamanya sejak kecil, sehingga ketika tumbuh dewasa memiliki kepribadian Islami (akhlaqul karimah) serta dapat menerapkan aqidah yang telah dipelajarinya sesuai ajaran Islam.

Rapuh atau kuatnya sebuah aqidah anak tergantung dari lingkungannya, terutama lingkungan keluarga, keluarga adalah lingkungan hidup pertama dan utama bagi setiap anak. Dalam keluarga, peran orang tua memiliki pengaruh yang sangat besar dan tanggung jawab membimbing anak-anaknya serta menanamkan nilai-nilai aqidah menjadi dasar penentu bagi kelangsungan kehidupan selanjutnya. Sehingga anak mendapat rangsangan, hambatan atau pengaruh yang pertama-tama dalam pertumbuhan dan perkembangannya, baik perkembangan biologis maupun perkembangan jiwa atau pribadinya. Keluargalah yang menyiapkan potensi pertumbuhan dan pembentukan kepribadian anak. Ayah dan ibu adalah teladan pertama bagi pembentukan pribadi anak. Keyakinan-keyakinan, pemikiran dan perilaku ayah dan ibu dengan sendirinya memiliki pengaruh yang sangat dalam terhadap pemikiran dan perilaku anak. Karena kepribadian manusia muncul berupa lukisan-lukisan pada berbagai ragam situasi dan kondisi dalam lingkungan keluarga.

Keluarga berperan sebagai faktor pelaksana dalam mewujudkan nilai-nilai, keyakinan keyakinan dan persepsi budaya sebuah masyarakat. Ayah dan ibu yang harus melaksanakan tugasnya di hadapan anaknya. Khususnya ibu yang harus memfokuskan dirinya dalam menjaga akhlak, jasmani dan kejiwaannya pada masa pra kehamilan sampai masa kehamilan dengan harapan Allah memberikan kepadanya anak yang sehat dan saleh. Sebagaimana Firman Allah SWT dalam surat At-Tahrim ayat 6:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا قُوْٓا اَنْفُسَكُمْ وَاَهْلِيْكُمْ نَارًا وَّقُوْدُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلٰۤىِٕكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَّا يَعْصُوْنَ اللّٰهَ مَآ اَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُوْنَ مَا يُؤْمَرُوْنَ

 

“Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, dan keras, yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.”

 

Ayat di atas menunjukkan bahwa orang tua berkewajiban memelihara diri dan keluarganya dari hal-hal yang tidak pantas, serta lebih dahulu menjalankan perintah agama secara baik. Sebab anak lebih cenderung meniru dan mengikuti kebiasaan yang ada dalam lingkungan hidupnya. Jadi jika orang tua memiliki kebiasaan melakukan hal-hal yang baik, maka anak-akan menjadi manusia saleh, karena sejak kecil sudah ditempa hal-hal yang baik.

Penerapan pendidikan aqidah Islam dalam keluarga diperlukan penggunaan suatu metode. Sehingga suasana dan lingkungan keluarga yang kondusif akan lebih membantu cara dan tehnik penyampaian pendidikan aqidah bagi anak-anak. Yang dimaksud metode pendidikan aqidah dalam keluarga adalah cara yang dapat ditempuh dalam memudahkan tujuan pendidikan aqidah dalam keluarga. Diantara metode yang dapat digunakan orang tua dalam pendidikan Aqidah Islam pada anak diantaranya adalah mengenalkan kalimat tauhid, keteladanan, pembiasaan, nasihat, dan pengawasan. Yang mana semua metode itu saling berkaitan dan harus dilaksanakan secara berkesinambungan. Oleh sebab itu hasil dari pendidikan aqidah dalam keluarga tidak dapat dilihat langsung hasilnya. Namun berkembang secara terus menerus sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan anak.

Jadi bagaimana cara kita membangun Akidah anak dari dini?

Pertama, dekatkan mereka dengan kisah-kisah atau cerita yang mengesakan Allah Ta’ala.Terkait hal ini para orangtua sebenarnya tidak perlu bingung atau kehabisan bahan dalam mengulas masalah cerita atau kisah. Karena, Al-Qur’an sendiri memiliki banyak kisah inspiratif yang semuanya menanamkan nilai ketauhidan. Akan tetapi, hal ini tergantung pada sejauh mana kita sebagai orangtua memahami kisah atau cerita yang ada di dalam Al-Qur’an. Jika kita sebagai orangtua ternyata tidak memahami, maka meningkatkan intensitas atau frekuensi membaca AlQur’an sembari memahami maknanya menjadi kebutuhan yang tidak bisa ditunda. Kalaupun dengan cara membaca ternyata masih belum bisa. Kita bisa menyiasatinya dengan membeli buku-buku kisah dalam Al-Qur’an. Jadi, orangtua jangan pernah membelikan anak-anaknya buku cerita, novel atau kisah apapun yang tidak mengandung nilai akidah. Lebih-lebih yang mengandung unsur mitos dan pluralisme-liberalisme. Orang tua mesti sadar bahwa anak-anak kita saat ini adalah target dari upaya sekulerisme peradaban Barat. Untuk itu, sejak dini, anak-anak kita sudah harus memiliki kekuatan akidah sesuai dengan daya nalar dan psikologis mereka. Oleh karena itu, tahapan dalam menguatkan akidah anak harus benar-benar kita utamakan. KH. Zainuddin MZ berpesan dalam salah satu pencerahannya, “Didik mereka dengan jiwa tauhid yang mengkristal di dalam batinnya, meresap sampai ke tulang sumsumnya, yang tidak akan sampaipun nyawa berpisah dari badannya, akidah itu tidak akan terpisah dari hatinya. Bahkan dia sanggup dengan tegar berkata, “Lebih baik saya melarat karena mempertahankan iman dari pada hidup mewah dengan menjual akidah.”

Kedua, ajak anak mengaktualisasikan akidah dalam kehidupan seharihari. Setelah langkah di atas, selanjutnya tugas kita sebagai orangtua adalah mengajak mereka untuk mengaktualisasikan akidah dalam kehidupan sehari-hari. Apabila anak kita belum baligh, maka aktualisasi akidah ini bisa dilakukan dengan mengajak anak ikut mendirikan sholat. Sesekali kita kenalkan dengan masjid, majelis taklim, dan sebisa mungkin ajak mereka untuk senantiasa mendengar bacaan Al-Qur’an dari lisan kedua orangtuanya. Jika tujuan kita adalah mengajak, maka keteladanan jauh lebih efektif. Adapun kala anak kita sudah baligh maka orangtua harus tegas dalam masalah akidah ini. Jika anak sudah berusia 10 tahun dan enggan mendirikan sholat, maka memberi hukuman dengan memukul sekalipun, itu dibolehkan. Apabila anak kita perempuan, maka mewajibkan mereka berjilbab menjadi satu keniscayaan. Dan, itu adalah bagian dari aktualiasi akidah. Dengan demikian, sejatinya tugas orangtua dalam masalah akidah ini benar-benar tidak mudah. Sebab selain mengajak, orangtua juga harus senantiasa melakukan kontrol akidah anak-anaknya. Terlebih pengaruh budaya saat ini, seringkali menggelincirkan kaum remaja pada praktik kehidupan yang mendangkalkan akidah.

Ketiga, mendorong anak-anak untuk serius dalam menuntut ilmu dengan berguru pada orang yang kita anggap bisa membantu membentuk frame berpikir islami pada anak. Orangtua tidak boleh merasa cukup dengan hanya menyekolahkan anak. Sebab akidah ini tidak bisa diwakilkan kepada sekolah atau universitas. Untuk itu, orangtua mesti memiliki kesungguhan luar biasa dalam hal ini. Di antaranya adalah dengan mencarikan guru yang bisa menyelamatkan dan menguatkan akidah mereka. Dorong anak-anak kita untuk bersilaturrahim, berkunjung ke pengasuh pesantren agar belajar, diskusi atau sharing masalah akidah. Dorong mereka untuk mendatangi majelis-majelis ilmu yang diisi oleh guru, ustadz, ulama atau pun figur publik Muslim yang terbukti sangat baik dalam menguatkan akidah anak. Mengapa kita sebagai orangtua merasa ringan mengeluarkan biaya untuk kursus ini, kursus itu, sementara untuk akidah yang super penting, bahkan untuk masalah surga dan neraka kita sendiri, kita sebagai orangtua justru tidak mempedulikannya.

Setidaknya ada 7 manfaat yang dapat dipetik dari upaya menanamkan akidah pada anak sejak dini yaitu:

1. Memperkokoh keyakinan akan ke-Esaan Allah pada anak.

2. Meyakini ke-Esa-an Allah dalam dzat, sifat-sifat dan perbuatan-Nya.

3. Agar anak merasakan ketenangan dan keseimbangan diri.

4. Anak akan bangga karena telah menganut agama yang agung ini, merasa berarti dan mulia dalam hidup ini sebagai manusia.

5. Membentuk kepribadian dan prilaku-prilaku Islami.

6. Menciptakan pemahaman yang benar dan rasional.

7. Menghindari dari hal–hal yang bersifat bid'ah dan khurafat yang dapat menghancurkan akidah dalam diri anak.

Oleh karena itu maka tidaklah berlebihan jika tauhid atau keimanan itu dikenalkan sejak dini kepada anak-anak kita demi membangun pondasi keimanannya yang kuat.

Dengan demikian anak akan mendapatkan benteng dalam menghadapi era seperti sekarang, yang mana dengan perkembanga zaman yang pesat juga akan mengeser atau menghilangnya akidah bagi anak. Oleh sebab itu penting peran keluarga dalam pendidikan akidah pada anak, sehingga meskipun dengan perubahan zaman yang pesat, akidah islam pada anak tidak akan terkikis, tergeser ataupun hilang.

Posting Komentar

0 Komentar