Pendidikan Indonesia Krisis Kejujuran

 


Oleh: Ahmad Ni'ami Dluha

Belum lama ini platform Twitter ramai dengan komentar akun yang bernama @Echa²². Akun tersebut membalas postingan akun-akun pembahasan UTBK, termasuk SBMPTN TES. Komentar yang dituliskan berupa link yang berisikan foto-foto ujian UTBK yang diakuinya didapat dari grup chat Telegram. Jika dibuka link tersebut terdapat folder yang berisi foto soal-soal ujian UTBK SBMPTN tahun 2022, yakni merupakan foto hasil kecurangan sebagian peserta tes UTBK SBMPTN.

SBMPTN merupakan seleksi bersama masuk perguruan tinggi negri yang diadakan oleh Lembaga Tes Masuk Perguruan Tinggi (LTMPT), yang diadakan  pada Gelombang 1 (17-23 Mei) dan Gelombang 2 (28 Mei-3 Juni). Kasus kecurangan tersebut terkuak pada tanggal 17 Juni  atau satu minggu sebelum pengumuman hasil UTBK, yakni pada tanggal 23 Juni 2022.

Kasus tersebut mendatangkan berbagai pertanyaan karena sejak unggahan tersebar sudah menimbulkan misteri yang krusial dipecahkan oleh para pejuang UTBK. Pertanyaan tersebuat diantaranya

Siapakah Echa si penyebar awal berita tersebut dan mengapa ia menyebarkannya?

Dari pernyataan Echa, ia mendapat link dari grup chat telegram,  kemungkianan Echa merupakan salah satu peserta pengguna layanan joki UTBK yang mungkin saja kecewa terhadap layanan joki tersebut sehingga ia berani speak up.

Apa isi link yang dicantumkan Echa?

Link tersebut merupakan link gdrive yang seharusnya terdapat tiga folder dengan tanggal pembuatan yang sama. Judul folder “panen banyak 1/3”. Namun, si Echa hanya membeberkan part 1. Sedangkan part lainnya dibeberkan oleh oknum lainnya. Di setiap folder tersebut berisi foto yang menampilkan  soal-soal ujian UTBK SBMPTN tahun 2022 beserta foto pelaku dan nomor ujian.

Diamana lokasi kecurangan tersebut terjadi?

Tidak sulit untuk mengetahui lokasi kejadian tersebut karena jika membuka folder terdapat sebagian foto secara jelas menampilkan logo perguruan tinggi yang berada di sekat pembatas meja ujian. Salah satu lokasi perguruan tinggi yang teridentifikasi berada di Universitas Pembangunan Nasional Veteran Yogyakarta dan mungkin saja masih terdapat perguruan tinggi lain yang terlibat dan belum diketahui. Walaupun begitu, lokasi ujian juga dapat diketahui dari nomor peserta ujian digit ke-4 sampai ke-6 dari 12 digit nomor ujian yang menunjukkan kode perguruan tinggi negeri.

Apakah foto pelaku yang tertera di folder merupakan peserta pejuang utbk tahun 2022 atau para penjoki?

Jika mengetik nama dari beberapa peserta  yang berada di folder, ke dalam kolom pencarian internet, maka bisa diketahui dengan beberapa bukti tahun lulus dan bukti lain bahwa nama-nama tersebut merupakan peserta pejuang UTBK tahun 2022 yang menggunakan layanan perjokian.

Bagaimana foto tersebut bisa diambil? Kamera apa yang digunakan? Sebab semestinya sebelum mengikuti tes, terdapat pengamanan yang ketat.

Entah bagaimana kamera tersebut bisa masuk ke dalam ruangan ujian tanpa diketahui pengawas. Mungkin saja ada oknum pengawas yang bekerja sama dengan pelaku atau kamera tersebut memang dirancang agar tidak diketahui oleh pengawas. Yang jelas foto tersebut diambil menggunakan kamera bawaan hp Sony dengan mengetahui informasi pada setiap foto tersebut. Pengambilan foto tersebut kemungkinan dikendalikan dari jarak jauh oleh si penjoki karena pada foto terdapat tangan pelaku yang tidak sedang memegang HP, pastinya jika pelaku memotret secara manual akan sangat merepotkan. Terlebih lagi foto tersebut stabil alias tidak goyang.

Dari kasus tersebut, LTMPT sebagai lembaga penyelengara seakan diam untuk menanggapi kecurangan ini. Namun, sebenarnya mereka cepat tanggap dalam menangani kasus ini. Perguruan tinggi yang terkait pun seharusnya tidak tinggal diam karena tentunya kasus ini membuat citra kampus menjadi buruk.

Sangat disayangkan siswa-siswi tersebut berani melakukan hal tersebut  terlebih kasus serupa terjadi pada tahun-tahun sebelumnya, tetapi tidak seramai tahun ini.

Siswa sebagai pelaku pendidikan yang seharusnya tahu sebuah proses membutuhkan kejujuran. Akan tetapi, sikap jujur tak selalu diterapkan oleh semua siswa. Apakah sistem pendidikan di Indonesia yang kurang efektif atau siswanya yang salah? Keduanya tidak bisa disalahkan sepenuhnya karena siswa sebagai pelaku pendidikan dengan sistem pendidikan harus berjalan berkesinambungan.

Ada beberapa faktor penyebab mengapa kasus tersebut bisa terjadi diantaranya sebagai (1) Sikap tidak mau bekerja keras (2) Terbiasa melakukan kecurangan semasa di sekolah (3) Kurangnya kesadaran akan kejujuran (4) Adanya jasa perjokian

Akibat yang ditimbulkan dari kecurangan ini, yaitu peserta UTBK yang jujur tahun ini menjadi resah, begitu pula dengan calon peserta UTBK tahun selanjutnya dikhawatirkan akan terjadi kembali kecurangan ini.

Banyak yang menyarankan agar LTMPT mengubah metode UTBK, yakni dilaksankan serentak seperti pada tahun 2019. Agar diharapkan tidak terjadi kasus yang sama di tahun selanjutnya dan kasus kecurangan UTBK ini dijadikan sebagai pembelajaran sistem pendidikan Indonesia agar lebih teliti dan lebih baik lagi dalam menyelenggarakan pendidikan di Indonesia.

– Mahasiswa Institut Islam Nahdlatul Ulama Temanggung

Posting Komentar

0 Komentar