Pendidikan sebagai Pembentuk Karakter Siswa

 

Oleh: Adi Eko Saputro

Berbicara tentang pendidikan siswa saat ini, saya merasakan betul bahwa ada ketidakselarasan antara jiwa dan karakter siswa saat ini. Saat kita tengok beragam kasus dekadensi moral banyak terjadi dilingkungan pelajar, terutama sekolah dasar (SD), harusnya kita sebagai manusia yang sadar harus ikut memikirkan solusi untuk problematika ini. Pembentukan karekter pada anak dapat terbangun melalui pembelajaran dan contoh dari sekolah ataupun masyarakat sekitar, dan melalui berbagai media yang kita berikan atau kita tontonkan kepada anak.

Beragam tontonan yang kini telah menjadi tuntunan, bahkan menjadi sebuah hal yang menghinggapi terhadap tumbuh kembang siswa di Indonesia ini terutama pada pendidikan anak SD. Dari tlevisi yang dulu begitu banyak berisi hal-hal edukasi kini kebanyakan yang berubah menjadi hal-hal yang sensasi. Misal dalam sebuah tontonan yang berisikan hal-hal edukasi untuk anak, dalam acara televisi yang sering tayang di Trans 7 yaitu acara si Unyil yang berisikan edukasi tentang proses pembuatan makanan, barang dan lain-lain. Ini satu contoh untuk hal umum belaka, beda dengan tontonan Nusa dan Rara yang penuh dengan nilai pesan moral agama.  Nusa dan Rara termasuk tontonan televisi yang menjadi terobosan penting bahwa membangun nilai moral agama menjadi hal yng sangat penting untuk didoktrinkan pada anak-anak.

Di lingkungan masyarakat sendiri juga terjadi problematika, misal sewaktu saya kecil masjid menjadi sebuah tempat untuk anak-anak bermain sambil mengenal agama dengan cara melihat ayah ataupun ibu beribadah. Namun sebaliknya kini masjid sangat jarang sekali kini dijadikan wahana berkumpul anak-anak karena beragam hal. Beberapa penyebabnya adalah dilarangnya untuk bermain di masjid atau mushola, terpengaruhnya anak dengan gadget, hingga kurangnya keteladanan diri dari pihak orang tua sendiri. Pada akhirnya kedudukan pendidikan anak pun kian menurun terutama pada karakter dan akhlak mereka,  dimana kedudukan anak atau siswa itu ialah peserta didik yang membutuhkan bimbingan dan arahan untuk mendapatkan ilmu dan membentuk karakter yang berasal dari pendidik baik guru, orang tua atau masyarakat sekitar malah yang diperoleh dari konten-konten yang kebanyakan kurang baik untuk dicontoh dari sosial media di gadged.

Pembelajaran dan Praktek Ibadah di Sekolah

Pendidikan karakter anak dan praktek ibadah selain di lingkungan masyarakat atau tempat pembelajaran al-qur’an (TPQ), pastinya juga diajarkan di sekolah oleh guru-guru terutama pendidikan agama yang diajarkan didalam kelas. Namun sepengalaman disekolahan hal yang kerap diberikan kepada para siswa ialah menulis, dimana itu hanya berisi teori tanpa diimbagi dengan praktek yang masif dari guru.

Mudahnya seperti penerapan kegiatan berjamaah sholat dzuhur di madrasah. Dimana praktek seringkali hanya diikuti oleh anak-anak dan jarang sekali oleh dewan guru. Hal ini sebenarnya menjadi problematika yang harus mendapatkan kesadaran dari semua pihak, agar apa yang diajarkan dikelas tidak hanya sebatas teori namun juga praktek secara berkesinambungan. Bahkan pendidik atau guru itu merupakan figur yang amat berpengaruh dalam menyokong pengembangan pribadi siswa.

Jika yang terjadi sedemikian rupa maka pastilah berpengaruh dengan karakter siswa dimana sekarang siswa lebih kebanyakan suka memprotes apa yang dilakukan orang lain baik guru atau pun masyarakat yang mereka temui karena terpengaruh oleh sosial media yang sering dilihatnya. Oleh karena itu semaksimal mungkin jika memang sekarang sekolah bisa dilakukan secara luring, maka sebagai pendidik haruslah memberi contoh yang benar-benar baik untuk siswa, baik secara pembelajaran, perkataan, tingkah laku, dan tindakan-tindakan yang baik untuk di amalkan dan dipraktekkan oleh siswa. Terlebih untuk hal-hal yang terkait dengan ibadah.

Pengamalan dan praktek ibadah

Perilaku beragama siswa sebagai hasil pembelajaran pendidikan agama di sekolah ditunjukkan dengan segala tindakan, perbuatan, dan ucapan yang sesuai dengan norma-norma agama, baik berupa perintah ataupun larangan. Perilaku beragama yang dilakukan tersebut dilaksanakan karena adanya kepercayaan kepada Allah Swt. atas ajaran dan kewajiban-kewajiban sebagai hamba-Nya. (Sovia Mas Ayu, 2017)

Praktek Ibadah selain bermakna bagian dari proses penyadaran yang suci tentang hakikat kemanusiaan sebagai hamba Allah, yang berkewajiban untuk komitmen terhadap ajaran Islam melalui ibadah mahdah (hablum minallah), juga sebagai proses pembentukan sikap dari perilaku.

Peserta didik atau anak sebagai generasi bangsa yang lebih rentan terpapar dengan pengaruh-pengaruh negatif dari luar ataupun dalam. Salah satu pencegahannya dengan pengamalan ibadah sehari-hari, bukankah praktek ibadah sehari-hari menjadi cerminan amar ma’ruf nahi mungkar.

Artinya memberikan hikmah bahwa sebagai manusia dengan mendekatkan diri dengan sang maha pencipta haruslah benar-benar terjadi. Siapapun itu darimanapun berasal pastilah jika telah memiliki konektivitas yang tinggi dengan Allah maka akan terjalin kesinambungan dalam pembentukan karakter dan budi pekerti yang baik.

Posting Komentar

0 Komentar