Oleh : Risalatul Muawanah
Autisme adalah gangguan perkembagan yang tejadi pada anak yang menggalami kondisi menutup diri. Gangguan ini mengakibatkan anak menggalami keterbatasan dalam segi komunikasi, interaksi soial dan perilaku ([APA], 2000). Menurut Mardiyatmi (dalam Panitia Simposium Autisma, 2000) autisme merupakan salah satu gangguan perkembangan fungsi otak yang bersifat pervasif yang apabila tidak ditangani dengan cepat dan tepat akan berdampak lanjut dan berakibat pada keterlambatan perkembangan dalam kemampuan kognitif, bahasa, perilaku, komunikasi, keterampilan motorik dan interaksi sosial.
Analisis ‘microsociological’ mengenai logika pemikiran penderita autis dan interaksi mereka dengan orang lain, orang autis memiliki kekurangan pada ‘cretive induction’ atau membuat penalaran induksi yakni penalaran yang bergerak dari premis-premis khusus (minor) menuju kesimpulan umum. Sedangkan kemampuan penalaran deduksi mereka (penalaran yang bergerak pada kesimpulan khusus dari premis-premis khusus) dan penalaran abduksi mereka (peletakan premis-premis umum pada kesimpulan khusus), tinggi. (Durig dalam Trevarthen, 1998).
Dari uraian di atas dapat dilihat bahwa faktor-faktor penyebab autis sampai saat ini belum diketahui dengan pasti. Di sisi lain, terdapat beberapa teori lain yang mendukung terhadap timbulnya ganggguan autisme (Prasetyono, 2008) diantarnya:
Teori Psikososial
Leo Kanner menyatakan bahwa autisme disebabkan oleh pengaruh psikogenik yakni orangtua yang emosional, kaku dan obsesif dalam mengasuh anak mereka yang berdampak terhadap perkembangan dan kestabilan emosi maupun sosial anak yang dapat memicu timbulnya gejala autisme pada anak.
Teori Biologis
Teori ini menjadi berkembang karena beberapa fakta berkaitan dengan hubungan yang erat dengan retardasi mental (75-80%), perbandingan laki-laki : Perempuan = 4:1, meningkatnya insiden gangguan kejang (25%) dan adanya berbagai kondisi yang mempengaruhi sistem saraf pusat. Berbagai kondisi tersebut antara lain:
Faktor Genetik
Hasil penelitian pada keluarga dan anak kembar menunjukkan adanya faktor genetik yang berperan dalam perkembangan autisme. Pada anak kembar satu telur sekitar 36-89% sedang pada anak kembar dua telur 0%. Ini menunjukkan bahwa autsme diturunkan lebih banyak pada kembar satu telur. Selain itu, ditemukan adanya hubungan autisme dalam sindrom fragile-X, yaitu suatu kelainan dari kromosom X. Diduga terdapat 0-20% sindrom fragile-X pada autisme.
Faktor Pranatal
Gangguan komplikasi pranatal, natal, dan neonatal yang meningkat yang juga ditemukan pada anak autistik. Komplikasi yang paling sering dilaporkan adanya pendarahan setelah trimester pertama dan adanya kotoran janin, cairan amnion yang merupakan tanda bawaan dari janin (fetal distress). Penggunaan obat-obatan tertentu pada ibu yang mengandung diduga ada hubungan dengan timbulnya autisme.
Model Neuroanatomi
Berbagai kondisi neuropatologi (gangguan saraf) diduga dapat mendorong timbulnya gangguan perilaku pada autisme, ada beberapa daerah di otak anak autistik yang diduga mengalami disfungsi. Adanya kesamaan perilaku autistik dan perilaku abnormal pada orang dewasa yang diketahui mempunyai lesi (perlukaan) di otak, dijadikan dasar dari beberapa teori penyebab autisme.
Hipotesis Neurokimia
Sejak ditemukan adanya kenaikan kadar serotonin di dalam darah pada sepertiga anak autistik tahun 1961, fungsi neurotransmitter pada autisme menjadi fokus perhatian banyak peneliti. Beberapa jenis neurotransmiter yang diduga mempunyai hubungan dengan autisme antara lain: serotonin dopamin, dan opioid endogen.
0 Komentar