Oleh: Achmad Maki Muzaki
Alquran menyebut manusa dengan berbagai istilah antara lain, manusia disebuat dengan kata al-insan, yang merujuk pada karakternya yaitu berbuat salah, lemah, dan berbagai kekurangan lainnya. Manusia juga dikatakan al-nas, yang menunjuk kan bahwa manusia adalah mahlauk yang membutukan tuhan atau menyembah pada tuhan. Manusia juga disbut dengan al-basyar, yang berarti manusia adalah mahluk biologis yang membutuhkan makan, minum, berusaha, dan sejenisnya. Manusia juga disebu Bani Adam, Yang menunjukkan tingginya drajat manusia diatas mahluk-mahluk Allah yang lain.
Manusia sejak dirinya dilahirkan dimuka Bumi ini dengan dibekali akal budi, terus-menerus mengalami perubahan, baik secara fisik maupun psikologi. Perubahan-perubahan itu didorong dengan adanya suatu pendidikan. Pendidikan itu sendiri sudah ada sejak manusi pertama, yakni Nabi Adam a.s. Taukah engkau Allah menyuruh Malaikat dan Iblis/Setan untuk menyembah Nabi Adam a.s?. Tidaklah lain karana Nabi Adam a.s oleh Allah SWT dalam penciptaanya dibekali dengan akal pikiran, sehingga Allah SWT memamerkan beliu dengan kepintaranya kepada para Malaikat. Maka jikalau manusia masih menggunakan akal sehatnya drajatnya bisa melampaui Malaikat, dan sebaliknya Jika manusia itu sudah tidak dapat mengunakan pikiranya maka drajatnay lebih rendah dari binatang. Dengan dibekali akal juga manusia oleh Allah SWT ditugaskan di bumi sebagai Khalifah atau pemimpin.
Sifat hakikat manusia diartikan sabgai ciri-ciri karateristik, yang secara prinsipil ( jadi bukan yang gradual) membedakan manusia dengan binatang. Walaupun antara manusia dengan binatang banyak kemiripan terutama jikalau dilihat dari segi biologisnya (Tirtaraharja dan Sulo, 2005: 17). Jika dalam Kajian filsafat Bahasa Arab Manusia adalah Hayawanun Natikun (hewan yang berfikir). Maka apakah manusia iyu bisa disebut manusia jika dirinya tidak berfikir?
Berfikir juga bisa membedakan antarmanusia, berfikir menjadikan manusi memiliki kendali terhadap diri sendiri dan lingkungannya. Kendali atas dirinya menjadi manusia memiliki ukuran dalam bertindak, sementara kendali terhadap lingkungnnya manusia dapat bertindak untuk mengexprolasi lingkungn. Kendari atas diri sendiri daan llingkungannnya Pada setiap manusia berbeda. Proses dan pengalaman hidup menjadikanya berbeda.
Jadi, hakikat kemanusiaan adalah berfikir. Itulah yang semestinya menjadi haluan dalam setiap tindakan. Juga sifat hakikat manusia dapat dilihat dari berbagai dimensi atau sudut pandang, yang dimana dimensi-dimensi tesebut hanya terikat oleh manusia, dan dapat membedakan manusia dengan mahluk yang lainya. Dimensi-dimensi manusia yang serinng kkita kenal, yaitu: manusia sebagai mahluk individu, dimenssi manusia sebagai mahluk solial, manusia sebagai mahluk susila/bermoral, dan dimensi manusia sebagai mahluk religius.
Manusia Sebagai Mahluk Individualis
Tidak ada orang yang dilahirkan persis sama dengan orang lain walaupun mereka yang lahir kembar. Demikian pula dengan apa yang mereka alami dan yang mereka peroleh dari lingkungan yang luas yang selama proses perjalanan hidup dan kehidupannya. Tiap orang memiliki sifat kepribadiannya sendiri.
Makna individualitas itu adalah berupa sifat kemandirian, sifat otonom (kebebasan) dan sifat untuk tiap pribadi. Makin sadar manusia akan diri sendiri, sesungguhnya makin sadar pula akan kesemestaan, dan makin sadar bahwa dirinya adalah bagian yang tak terpisahkan dari kesemestaan itu.
Dengan kesadaran akan kesemestaan ini, timbullah kesadaran akan posisi pribadinya untuk mengalami antar hubungan dan antar aksi dengan konsekuensi bahwa dirinya harus mengakui adanya hak dan kewajiban, adanya norma-norma moral, adanya nilai-nilai sosial dan nilai-nilai supernatural yang harus diperhatikan.
Dalam sifat indifidualitas manusian juga terdapat aspek-aspek dari luar/eksternal. Maksudnya manusia melibatkan unsur-unsur luar dalam pembentukannya menjadi bagian yang melekat dalam indifidu antara lain
1. Kematangan intelektual
2. Kemampuan berbahasa
4. Latar belakang pengalaman
5. Bakat dan minat
6. Kepribadian
Sebagai mahlik individual, manusia mengalami proses perkembangan percakapan dalam bentuk sikap dan perilaku yang berhubungan dengan masyarakat. Manusia dalam potensinya seringkali digolongkan menjadi dua, yaitu potensi rohani ( pikiran, cipta, rasa, karsa, dan budi naluri) dan jasmani (pancaindra dan ketrampilan-ketrampilan). Melalui proses sosial yang terjadi dalam pendidikan dan masyarakat, manusia dipengaruhi oleh lingkungan yang terorganisir, misalnya sekolah atau pondok pesantren, sehingga manusia dapat mencapai kecakapan sosial dan mengembangkan kepribadianya.
Dimensi Manusia Sebagai Mahluk Sosial
Manusia memiliki potensi sosial yang dibawa sejak lahir, tumbuh dan berkembang dalam fenomena kehidupannya sehingga menjadi kesadaran sosial.
Bahwa untuk hidup dalam artian yang benar-benar manusiawi, orang harus dalam konteks hidup bersama dengan orang lain. Manusia memerlukan bantuan orang lain dari sejak kelahirannya sampai saat-saat menjelang ajalnya, baik bantuan langsung maupun tidak langsung. Realita kehidupan manusia dalam kebersamaannya (kesemestaannya) berada pada kondisi interdependensi dan interaksi, hal ini memungkinkan terjadinya saling asah, saling asih dan saling asuh, yang menjadi pendorong proses perkembangan dirinya.
Pada waktu dilahirkan manusia telah memerlukan “Biolosical helpness” yaitu pertolongan yang memungkinkan untuk kelangsungan hidupnya. Peristiwa ini yang memaksa anak untuk bersosialisasi dengan orang lain.
Manusia memiliki potensi untuk menjalin hubungan dengan orang lain untuk memenuhi kebutuhan untuk hidup berkelompok. Perwujudan manusia sebagai makhluk sosial terutama tampak dalam kenyataan bahwa tak pernah ada manusia yang mampu hidup tanpa pertolongan orang lain. Dalam kehidupan nyata manusia berada dalam kebersamaan, baik sebagai anggota keluarga, anggota kelompok sebaya, warga masyarakat, warga negara, warga pemeluk suatu agama maupun anggota dari bentuk-bentuk kelompok yang lain.
Sifat interdependensi merupakan sifat inherent kesadaran sosial. Interdependensi tidak hanya dalam bidang material-ekonomis untuk pemenuhan kebutuhan biologis-jasmaniah saja, tetapi juga menyangkut bidang moral-spiritual. Idealnya hidup bersama itu adalah adanya bentuk-bentuk interdependensi dan interaksi yang harmonis, rukun dan sejahtera. Untuk ini maka tiap-tiap individu harus rela mengorbankan sebagian dari hak individualitasnya demi kepentingan bersama agar tidak mengalami kebersamaan yang disharmonis. Namun demikian kehidupan individu dalam kebersamaan itu tidak usah kehilangan identitas, dan tidak harus menonjolkan individualitasnya. Kehidupan sosial/budaya manusia dimungkinkan oleh adanya bahasa sebagai alat komunikasi (termasuk bahasa, simbol dan gerak).Untuk pengembangan dimensi manusia sebagai makhluk sosial diperlukan adanya pengalaman (langsung atau tidak langsung), terutama pengalaman yang dapat menumbuh-kembangkan kemampuan dan ketrampilan berkomunikasi dan kesadaran ekologi. Komunikasi menjembatani adanya interaksi dan interdependensi.
Secara umum pendidikan untuk mengembangkan manusia sebagai makhluk sosial bertujuan untuk membentuk manusia yang mempunyai social understanding, social attitude dan social skill. Kesadaran sosial (social understanding) dapat dikembangkan melalui pengalaman belajar dalam bidang ilmu-ilmu sosial seperti sejarah, ekonomi, sosiologi, geografi, antropologi, kewarganegaraan. Lebih jauh lagi pengembangan manusia sebagai makhluk sosial juga bertujuan untuk membantu manusia agar memperoleh kehidupan yang baik di dalam masyarakat (lingkungan sosialnya).
Dimensi Manusia Sebagai Mahluk Susila Atau Bermoral
Budi nurani manusia adalah sadar nilai dan menjunjung tinggi norma dan sebagai pendukung kesadaran susila (sense of morality). Adanya nilai-nilai, efektivitas nilai-nilai dan berfungsinya nilai-nilai hanya ada dalam kehidupan sosial. Berarti kesusilaan dan moralitas adalah fungsi sosial. Moralitas merupakan dasar fundamental yang membedakan kehidupan sosial manusia dari kehidupan bersama makhluk-makhluk infra human.
Setiap hubungan sosial manusia selalu mengandung hubungan moral. Hubungan sosial manusia dalam arti luas mencakup hubungan horizontal dan hubungan vertikal. Hubungan horizontal adalah hubungan antar sesama manusia, baik secara langsung maupun tidak langsung. Sedang hubungan vertikal adalah hubungan antara manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa, bersifat transcendental.
Manusia yang berkepribadian etik adalah manusia yang dalam tindakannya selalu memilih yang baik sesuai dengan penerangan budinya. Tindakan yang baik adalah tindakan yang sesuai dengan derajad manusia, jadi tidak mengurangi atau menentang kemanusiaannya.
Kesusilaan harus dilaksanakan dalam kehidupan manusia. Kesadaran moral sebagai dasar kesusilaan pada manusia tumbuh dan berkembang dari tingkat kesadaran pra-moral sampai ke kesadaran moral yang mantap. Untuk ini pendidikan dapat memberikan kontribusi yang besar.
Hanya manusialah yang dapat menghayati norma/nilai kesusilaan (etika) dalam kehidupannya. Norma/nilai kesusilaan itu dipergunakan untuk menetapkan tingkah laku mana yang tergolong susila (etis) dan tingkah laku mana yang tergolong tidak susila. Apa yang akan terjadi seandainya tingkah laku manusia itu tidak berdasar norma/nilai kesusilaan, tentunya akan kacau seperti kehidupan binatang dan berlaku sekehendaknya.
Melalui pendidikan diusahakan agar manusia tumbuh dan berkembang menjadi manusia pendukung norma dan nilai kesusilaan yang dijunjung tinggi oleh masyarakatnya. Norma dan nilai diharapkan menjadi milik (manunggal dengan individu) dan selalu dipersonifikasikan dalam setiap tingkah laku/perbuatannya.
Proses internalisasi norma kadang-kadang terjadi dengan “paksaan” dari masyarakat, karena masyarakat sendiri akan merasa kawatir kalau ada individu yang tidak mematuhi norma kesusilaan akan dapat mengganggu ketenteraman/kestabilan dan kemajuan masyarakat tersebut. Apalagi kalau sebagian anggota masyarakat sudah tidak mematuhi norma/nilai kesusilaan, jelas akan hancurlah kehidupan masyarakat tersebut.
Pendidikan kesusilaan (sering juga disebut pendidikan moral) pada dasarnya bertujuan untuk mengembangkan manusia yang susila, manusia yang berwatak luhur, manusia yang berbuat sesuai dengan kata hati yang murni. Pendidikan kesusilaan mencakup:
a). Pembentukan pengertian, understanding, kesadaran akan norma/nilai kesusilaan (pembentukan domain kognitip tentang norma dan nilai).
b). Pembentukan sikap mental yang positip terhadap hal-hal yang tidak sesuai dengan etika, dengan bersikap negatif untuk hal-hal yang tidak sesuai dengan etika.
c). Memberikan pengalaman/latihan untuk perbuatan-perbuatan yang susila sampai menjadi karakteristik bagi tingkah lakunya.
Meskipun kita mengenal berbagai kriteria tentang kesusilaan, tetapi sebagai pegangan/pedoman pendidikan etika di Indonesia adalah kriteria berdasar pandangan hidup/falsafah Pancasila. Pelajaran-pelajaran/pendidikan di sekolah seperti PMP, Agama, budi pekerti dan sopan santun dapat menjadi sarana pendidikan etika.
Dimensi Manusia Sebagai Mahluk Religius
Pada hakikatnya manusia adalah mahluk yang religius. Sebagai mahluk religius sering kali dikaitkan dengan agama yang menjadi keyakinan atas kekuasaan alam semesta, yaitu Tuhan yang Maha Kuasa atas segalanya. Keyakinan tersebut tumbuh dan berkembang menjadi pegamgan hidup manusia. Pegangan supaya digunakan untuk pondasi menuju kebenaran dan menjauhi kesalahan.
Religius Merupakan pelaksanaan pesan-pesan keagamaan dalam relasinya deengan sesama manusia dan manusia dengan tuhannya. Manusia sebagai mahluk religius menegaskan bahwa keberadaan menusia bukan sekedar bentuk yang bisa kita lihat. Manusia bukanlah sekedar raga, melainkan mahluk spritual multidimensional yang bisa mengalalami pengalaman fisik maupun rohani. Jenkins (2010: 170) mengingatkan bahwa ada huku spritual dan mental yang berlaku didunia ini dan bahwa melalui hal tersebut manusia dapat menciptakan pengalaman. Semakin kecil manusia meras menjadi korban keadaan, mereka akan memiliki kontrol lebih besar terhadap diri mereka.
0 Komentar