Mengembangkan Kualitas Peserta Didik Melalui Paradigma Pendidikan Pembebasan Paulo Freire

 

Dea Puji Saputri

INISNU Temanggung, Jawa Tengah

deapujisaputri@gmail.com 


Abstrak:

Kebernaian-keberanian dalam menyampaikan pendapat seperti inilah salah satu prinsip dari kebebasan yang akan melatih murid untuk bertanggung jawab dan tidak terjerat dengan asumsi-asumsi pendidikan yang sudah tersetting. Adapun metode yang di gunakan penulis ialah dokumentasi, di mana penulis mengumpulkan dokumen-dokumen yang berhubungan dengan judul artikel yang penulis angkat, begitu ia hanyalah beradaptasi, aia hamya “menyesuaikan diri” dan orang yang teguh pendirian dan bersemangant revolusioner sering di sebut “orang yang sulit menyesuaikan diri” Menurut Muhammad Iqbal, pendidikan bukan hanya proses belajar mengajar belaka untuk mentransformasikan pengetahuan dan berlangsung secara sederhana dan mekanistik. Artinya peserta didik dalam proses belajarnya juga dapat untuk memilih jalanya untuk memahami materi yang telah di berikan oleh guru, dan di situ tidak adanya batas batas yang menghalangi untuk peserta didik belajar.Dengan adanya sifat sifat kritis dialog maka peserta didik dapat menentukan cara belajar dan memahamkan apa yang perlu ia asumsi dan mereka pun juga berhak untuk menyangkal ketika tidak sesuai pembelajaran yang di berikan, karena guru dalam proses pembelajaran yaitu sebagai fasilitator bukanlah sebagai pemateri yang sepenuhnya harus di imani segala perintah dan perkataanya, tetapi seorang guru menuntun dan membina serta menfasilitasi peserta didik untuk bisa paham dan sesuai harapan seorang guru, sehinga pelajaran yang mereka dapat akan membekas tidak hanya berangkat sekolah lalu pulang tanpa ada satupun materi yang iya pahami, lalu mengangap puncak pendidikan ialah mendapatkan gelar dan hasil nilai, tidak berdasar pada isi apa yang ia dapat untuk sesuatu jangka panjang.

Kata Kunci: Pendidikan, Kritis, Kritis dialog

Pendahuluan

Pertumbuhan pembelajaran dari era ke era lewat sebagian tata cara yang berbeda beda membuat suatu pengajaran guru serta partisipan didik senantiasa ber ganti ganti, banyak sekali metode yang sudah di terapkan dari pemerintah buat mencari jalur kluar meningkatkan pembelajaran serta meningkatkan rasa pentingya hendak pembelajaran, namun tidak cuma hingga ke kewajiban berpendidikan dengan kurun waktu yang sudah di tentukan, partisipan peserta didik tidaklah sesuatu barang ataupun suatu untuk bahan percobaan kemudian di ombang ambingkan oleh sistem yang berlaku, kemudian di perkenankan tanpa terdapatnya sesuatu atensi dalam proses belajarnya. Selanjutnay penulis hendak menguraikan sebagian teori paulo freire serta sebagian teori tentang pembelajaran kritis selaku jawaban terbelengunya pendidika yang sudah berlaku sepanjang ini selaku tujuan buat meningkatkan mutu partisipan didik.

Aridlah Sendi Robikhah menuliskan pada jurnalnya dengan judul Paradigma Pendidikan Pembebasan Paulo Freire Dalam Konteks Pendidikan Agama Islam, Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan buah dari kebebasan. Sebuah kebabasan memiliki arti melepaskan jeratan dari berbagai belenggu. Pendidikan mengajarkan murid untuk dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya, oleh karena itu pendidikan harusnya melihat tentang kebutuhan murid, bukan malah menyamaratakan cara berfikir mereka. Misalnya, diberikan kebebasan dalam menilai sesuai dengan sudut pandangnya, kemudian dilanjutkan dengan dialog bersama gurunya. Dengan demikian secara perlahan akan mengerti apa yang seharusnya ia lakukan. Kebernaian-keberanian dalam menyampaikan pendapat seperti inilah salah satu prinsip dari kebebasan yang akan melatih murid untuk bertanggung jawab dan tidak terjerat dengan asumsi-asumsi pendidikan yang sudah tersetting.

Adapun metode yang di gunakan penulis ialah dokumentasi, di mana penulis mengumpulkan dokumen-dokumen yang berhubungan dengan judul artikel yang penulis angkat, antara lain Pendidikan Yang Membebaskan, tahun 2000 terj. Martin Eran, Pendidikan Kaum Tertindas tahun 2008 terj. Utomo danandjaya, Mansour faqih, Roem Topatimasang dan jimly Asshidiqie. Selain itu penulis juga merujuk pada jounal Pendidika Islam. Volume 01. No 01. Tahun 2018 karya Aridlah Sendi Robikhah yang berjudul Paradigma Pendidika Pembebasan Paulo Freire dalam Konteks Pendidikan Agama Islam dan Jurnal Studi Islam. Volume 01. No 01. Tahun 2015 karya Mohamad Adnan dengan judul Paradigma Kritis Dalam Perspektif Pendidikan Islam 

Pengertia Peserta Didik

Dikutip dari id.wikipedia.org adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran dan jalur pendidikan baik pendidikan formal ataupun pendidikan informal maupun pendidikan nonformal, pada jenjang pendidikan dan jenis pendidikan tertentu.

Maka dalam proses pembelajaranya peserta didik juga mempunyai hak untuk menentukan arahnya sehinga peserta didik tidak hanya ber Adaptasi tetapi juga ber Integraksi

Paulo freire dalam bukunya berpendapat bahwa, Integraksi dengan lingkungan berbeda dengan Adaptasi adalah ciri khas Aktivitas manusia. Integrasi muncul dari kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan relitas, di tambah kemampuan kritis untuk membuat pilihan dan mengubah realitas. Seseorang tidaklah sempurna bila kehilangan kemampuan memilih, bila pilihanya adalah pilihan orang lain, dan bila keputusan-keputusanya berasal dari luar dan bukan merupakan keputusan sendiri. Bila begitu ia hanyalah beradaptasi, aia hamya “menyesuaikan diri” dan orang yang teguh pendirian dan bersemangant revolusioner sering di sebut “orang yang sulit menyesuaikan diri”

Pengertian Paradigma

Menurut KBBI Paradigma adalah model dalam teori ilmu pengetahuan atau kerangka berpikir dapat juga di sebut bahwa paradigma yaitu cara pandang seseorang terhadap sesuatu.

Pengertian Pendidikan

Menurut Muhammad Iqbal, pendidikan bukan hanya proses belajar mengajar belaka untuk mentransformasikan pengetahuan dan berlangsung secara sederhana dan mekanistik. Melainkan, pendidikan adalah keseluruhan yang mempengaruhi kehidupan perseorangan maupun kelompok masyarakat, yang seharusnya menjamin kelangsungan kehidupan budaya dan kehidupan bersama memantapkan pembinaan secara inteligen dan kreatif. Proses pendidikan ini mencakup pembinaan diri secara integral untuk mengantarkan manusia pada kesempurnaan kemanusiaannya tanpa mesti terbatasi oleh sistem transformasi pengetahuan secara formal dalam lingkungan akademis. Pada akhirnya, pendidikan dalam arti luas mencakup penyelesaian masalah-masalah manusia secara umum dan mengantarkan manusia tersebut pada tujuan hidupnya yang mulia. Artinya peserta didik dalam proses belajarnya juga dapat untuk memilih jalanya untuk memahami materi yang telah di berikan oleh guru, dan di situ tidak adanya batas batas yang menghalangi untuk peserta didik belajar.

Sejarah singkat Paulo Freire

Pemikiran Freire bertolak pada kehidupan yang dialaminya. Dunia yang dirasakan beberapa orang terasa tidak adil, adanya jeratan ketidakbebasan. Sedangkan sebagian yang lain menikmati jerih payah dari orang lain. Paulo Freire lahir pada tanggal 19 september 1921 di Recife, sebuah kota pelabuhan di timur laut Brazil.14 Keluarga Freire Berasal dari kelas menengah, tetapi sejak kecil dia hidup dalam situasi miskin, karena keluarganya tertimpa kemunduran finansial yang diakibatkan oleh krisis ekonomi yang melanda Amerika Serikat sekitar tahun 1929 dan juga menular ke Brazil. Dari situasi inilah Freire menemukan dirinya sebagai bagian dari “kaum rombeng dari bumi”. Keadaan tersebut menimbulkan pengaruh yang sangat kuat dalam kehidupan dan perjuangannya, sehingga Freire sangat menyadari apa artinya lapar bagi anak-anak sekolah dasar. Keluarga Freire kemudian pindah ke Jabotao pada tahun 1931 dan di sanalah kemudian ayahnya meninggal. “Prof. Richard Shaull, menceritakan bahwa pada tahap ini Freire memutuskan untuk mengabdikan hidupnya pada perjuangan melawan kelaparan, sehingga tidak ada anak lain yang merasakan penderitaan yang ia alami”.Ia juga bekerja paruh waktu sebagai instruktur bahasa portugis di sekolah lanjutan, dan seperti kebanyakan remaja, ia mulai mempertanyakan ketidaksesuaian yang ada antara khotbah yang didengarnya di Gereja dengan kenyataan kehidupan sehari-hari. Pada awal tahunn 1960-an, Brazil mengalami masa-masa sulit. Gerakan-gerakan reformasi baik dari kalangan sosialis, komunis, pelajar, buruh, maupun militan Kristen, semuanya mendesakkan tujuan sosial politik mereka masing-masing. “Waktu itu Brazil mempunyai penduduk sekitar 34,5 juta jiwa dan hanya 15,5 juta yang hanya dapat ikut pemilihan umum”. Hak ikut serta dalam pemilihan umun di Brazil pada saat itu dikaitkan dengan kemampuan seseorang dalam menuliskan nama masing-masing. Sehingga tidak mengherankan jika “program kenal aksara kerap sekali dikaitkan dengan usaha peningkatan kesadaran politik penduduk, terlebih penduduk pedalaman yang telah lama menjadi alat untuk mendukung kepentingan-kepentingan golongan minoritas yang berkuasa.” Dalam suasana seperti ini, Freire kemudian menjabat sebagai direktur Cultural Extention Service yang pertama di Universitas of Recife yang pada masanya melaksanakan program pemberantasan buta huruf kepada ribuan petani miskin di timur laut. Metode yang dipakai kemudian dikenal dengan “Metode Paulo Freire, meskipun dia sendiri tidak pernah menamakan metodenya dengan sebutan seperti itu”.

Metode Dialog Menurut Paulo Freire

Dalam dunia pendidikan tentu kita tidaka akan luput dari suatu dialog, karena dengan kita berdialog maka kita akan mendapatkan apa yang kita butuhkan dan apa yang kita inginkan, Dialog sebagai unsur pendidikan dalam dialog sendiri mempunyai kata dan kata mempunyai dua dimensi yaitu refleksi dan aksi yang berada dalam interaksi radikal, tanpa refleksi hanya akan terjadi aktivisme, dan tanpa aksi hanya akan terjadi verbalisme, dialog tidak mungkin timbul di antara Manusia yang menyangkal hak bicra, dialog tidak mungkin juga terjadi di antara Manusia yang di rampas haknya untuk ber-Kata. Maka pentingya ada suatu komunikasi yang terjalin antara guru dan peserta didik sehinga apa yang di inginkan oleh guru akan benar-benar di terima oleh peserta didik sesuai yang di berikan, maka di sini paulo freire sangat menentang adanya proses belajar yang di mana peserta didik yang sebagai pendengar, mematuhi lalu mengerjakan tanpa adanya suatu proses kekretifan pemahaman dan memastikan peserta didik telah benar tau apa yang di sampaikan oleh guru.

Pengembangan Kualitas Peserta Didik 

Pada dasarnya sekolahan atau tempat pembelajaran hanyalah suatu tempat menampung atau juga dapat di sebut Wadah dan peserta didiklah yang mengisi tempat-tempat tersebut, maka dasarnya peserta didik ini telah mempunyai bekal dalam belajar nah maka mereka juga mempunya peran dalam mengembangkan pendidikanya, peserta didik dan guru adalah pelaku dalam proses belajarnya, mak perlunya suatu pendidikan kritis pada peserta didik, 

dalam menumbuhkan sifat kritis ini perlu melalui proses, jika seseorang tidak dapat berkembang dari trnsitif naif ke kesadaran kritis maka akan menjatuhkanya pada kefanatikan ia tidak hanya kembali ke semi intransif sejauh manusia akan bertindak berdasarkan emosi bukan berdasr pada akal.

Dengan adanya sifat sifat kritis dialog maka peserta didi dapat menentukan cara belajar dan memahamkan apa yang perlu ia asumsi dan mereka pun juga berhak untuk menyangkal ketika tidak sesuai pembelajaran yang di berikan, karena guru dalam proses pembelajaran yaitu sebagai fasilitator bukanlah sebagai pemateri yang sepenuhnya harus di imani segala perintah dan perkataanya, tetapi seorang guru menuntun dan membina serta menfasilitasi peserta didik untuk bisa paham dan sesuai harapan seorang guru, sehinga pelajaran yang mereka dapat akan membekas tidak hanya berangkat sekolah lalu pulang tanpa ada satupun materi yang iya pahami, lalu mengangap puncak pendidikan ialah mendapatkan gelar dan hasil nilai, tidak berdasar pada isi apa yang ia dapat untuk sesuatu jangka panjang. 

 Kesimpulan

Dalam dunia pendidikan tentu kita tidak akan luput dari suatu dialog, karena dengan kita berdialog maka kita akan mendapatkan apa yang kita butuhkan dan apa yang kita inginkan, Dialog sebagai unsur pendidikan dalam dialog sendiri mempunyai kata dan kata mempunyai dua dimensi yaitu refleksi dan aksi yang berada dalam interaksi radikal, tanpa refleksi hanya akan terjadi aktivisme, dan tanpa aksi hanya akan terjadi verbalisme, dialog tidak mungkin timbul di antara Manusia yang menyangkal hak bicra, dialog tidak mungkin juga terjadi di antara Manusia yang di rampas haknya untuk ber-Kata.

Dengan adanya sifat sifat kritis dialog maka peserta didi dapat menentukan cara belajar dan memahamkan apa yang perlu ia asumsi dan mereka pun juga berhak untuk menyangkal ketika tidak sesuai pembelajaran yang di berikan, karena guru dalam proses pembelajaran yaitu sebagai fasilitator bukanlah sebagai pemateri yang sepenuhnya harus di imani segala perintah dan perkataanya, tetapi seorang guru menuntun dan membina serta menfasilitasi peserta didik untuk bisa paham dan sesuai harapan seorang guru, sehinga pelajaran yang mereka dapat akan membekas tidak hanya berangkat sekolah lalu pulang tanpa ada satupun materi yang iya pahami, lalu mengangap puncak pendidikan ialah mendapatkan gelar dan hasil nilai, tidak berdasar pada isi apa yang ia dapat untuk sesuatu jangka panjang.

Daftar Pustaka

Eran, Martin, Pendidikan Yang Membebaskan, 1st edn (Yogyakarta: CV ADIPURA, 2001)

Freire, Paulo, Pendidikan Kaum Tertindas, ed. by Utomo Danandjaya (Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia, 2008)

Kamus Bahasa Indonesia (jakarta pusat: pusat bahasa, 2018)

Robikhah, Aridlah Sendi, ‘Paradigma Pendidikan Pembebasan Paulo Freire Dalam Konteks Pendidikan Agama Islam’, Pendidikan Islam, 1 (2018), 2

Solikin, Mukhtar, Menggali Potensi Kesadaran Pendidikan Diri Dalam Psikologi Islam (Bandung: Pustaka setia, 2005)

 

Posting Komentar

0 Komentar