Sila Kelima Bagi Ekologi Nusantara
Oleh ; Kurnia Laili Khamida
Anggota Devisi Redaksi LPM GRIP Institut Islam Nahdhotul Ulama Temanggung
Sumber ; (Pinteres) https://pin.it/4Y8EmGHha
Melihat sekilas kalender dismarthphone, mengingatkan saya pada suatu hari besar yang bersejarah bagi Idiologi bangsa. Hal itu menarik khayalan untuk berkelana pada refleksi-refleksi bagaimana sebuah Panca lima tersebut dapat ditemukan. Lahir dari banyaknya kepribadian dan kebudayaan yang disatukan. Menelaah satu demi satu sila, dan berhenti pada sila yang terakhir. ‘Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia’ tertulis begitu akhirnya.
Simbol padi dan kapas dalam sila kelima ini menyiratkan sebuah kemakmuran tanpa kesenjangan. Padi dan kapas yang merupakan hasil bumi negeri yang lahir dari jayanya ekologi. Memenuhi kebutuhan sandang dan pangan hingga tercapainya kemakmuran. Namun, dengan lonjakan harga beras hari ini, bagaimana nasib perekonomian mayoritas pribumi ? dengan limbah yang menyapa sawah, bagaimana tangis ekologi ? dengan dampak El Nino, bisa kita lihat ratusan hektar lahan pertanian dibeberapa daerah rusak. Dengan ulah rakus manusia, bagaimana kualitas hutan dan satwa liar didalamnya ? Sila kelima seakan hanya berlaku bagi manusia atau memang dulu pak Soekarno lupa akan rakyat yang berwujud satwa, tanah, timah dan ekologi lainnya ?
Activis Lingkungan Sengaja Terpingirkan
Film dokumenter “Sexy Killers” garapan Dandhy Dwi Laksono pada Pemilu 2019 lalu berhasil membuka awernest saya mengenai fenomena yang kurang berkeadilan pada ekologi. Menguak Industri pertambangan batu bara dan relasinya dengan elit politik Indonesia. Film tersebut juga menyuarakan sederet ketidakadilan pada beberapa korban akibat galian bekas tambang yang direklamasi dari 2012 hingga 2013. Iba rasanya, melihat sila kelima yang seakan mati digerus rakusnya realita.
Sekelompok manusia dengan kebebasannya yang dipayungi HAM, berinovasi secara liar. Membangun Industri dengan topeng mengimprove ekonomi, namun secara tak langsung menjajah ekologi. Di Jawa Tenggah misalnya, penambangan pasir merapi illegal di Klaten Jawa Tengah berdampak pada rusaknya lahan pertanian dan lahan perkebunan. Rusaknya lahan ini mengancam ketersediaan lahan bagi generasi petani yang akan datang dan tentu akan mempengaruhi ketersediaan pangan. Dampak lain yaitu merusak jalur evakuasi dan mengganggu resapan udara, ekologi, serta rawan longsor.
Saya kembali merenungi tentang keanekaragaman hayati yang perlu dirapikan lagi. Ekosistem perairan yang mulai berteman dengan sampah, laut yang mulai dihuni plastic, ikan ikan yang mengkonsumsi eco-plastik, serta trumbu karang yang memutih dan kikis akibat pemanasan global. Tidak adakah manusia yang mengadvokasi problematika alam ? tentu ada, banyak aktivis lingkungan yang berusaha berdampak bagi alam. Mengaungkan isu lingkungan, memberikan pendidikan dan pemberdayaan lingkungan, menyebar wawasan dan kesadaran tentang lingkungan. Mereka perlu sinergi dari para stacholder setempat, perlu dukungan dari legislator dan eksekutor setempat.
Layar smartphone saya yang kini bercerita, tentang aktivis lingkungan karimunjawa dengan vonis tujuh bulan penjara. Foto diberanda sosial media sangat mengetarkan rasa iba. Beranda google juga tak ingin kalah bersuara, menyuguhkan berita tentang Sembilan petani yang mencari haknya, sebab proyek bandara VVIP yang sedang dibangun di IKN. Sekarang dimana letak sila kelima ? jika situkang padi saja masih mencari keadilan Negara. Fenomena fenomena tentang tidurnya sila kelima ini pernah terjadi sebelumnya. Membaca dan bernostalgia tentang kasus Rempang Eco Citty misalnya. Dengan begitu banyak drama plot twist dari yang maha kuasa tampil hinga sebagian demonstran bebas tahanan.
Salah satu adagium yang saya pahami adalah Dormiunt aliquando leges nunquam moriotur bahwasanya terkadang hukum tidur, tapi hukum tidak pernah mati. Apakah adagium tersebut berlaku untuk sebuah keadilan ? berapa lama keadilan akan tertidur dan kapan ia akan bangun ? sunguh semesta seakan menanti kebangkitan sila kelima agar mampu mengimplementasikan kemakmuran pada ekologi bangsa. Keresahan mulai tiba jika melihat fakta bonus demografi yang hampir bertamu di Indonesia.
Ekologi Vs Bonus Demografi Vs Industri
Sumber ; (Pinteres) https://pin.it/5dKHiUR1i
Melihat bahwasanya, tantang zaman dan siklus waktu selalu menyuguhkan rasa dan problematika yang berbeda dari sebelumnya. Saya sangat khawatir, jika demografi Indonesia tumbuh dengan apatisme akan lingkungan dan semesta. Saya khawatir, pada jumlah produksi dan industri yang belum memperhitungkan tangung jawab mereka pada alam. Setiap Industri atau perusahaan perlulah paham mengenai CSR (Corporate Sosial Responsibilty) mereka. CSR merupakan konsep pertangung jawaban atas dampak sosial dan lingkungan yang dihasilkan oleh usaha bisnisnya. Pendek kata, merupakan tanggung jawab sosial perusahaan kepada masyarakat dan lingkungan setempat.
Pemuda hari ini perlulah dibekali dengan skill-skill masa depan. Ekonomi hijau atau ekonomi sirkular tak sedikir muncul pada media sosial. Digaungkan oleh aktivis lingkungan dan perusahaan perusahaan nirbala yang peduli isu ekologi. Mereka mengaungkan istilah green job skill sebagai kebutuhan masa depan. Melawan proses ekonomi linier yang sangat merugikan alam dan satwa liar. Proses pengerukan SDA dengan jumlah yang tak sedikit diolah dengan cara yang tidak berkelanjutan.
Transisi Model Ekonomi yang dibutuhkan
Sumber ; (Pinteres) https://pin.it/7eefojR7k
“We don’t have to sacrifice a strong economy for a healty environment” kalimat dari actor Amerika, Dennis Weaver sangat mengena dengan realita sosial yang begitu timpang. Seakan mengkritik ekonomi global yang mengimplementasikan model “take-make-waste” dimana mereka mengambil SDA dan memproduksinya sebagai produk dan berakhir di pembuangan, tanpa adanya pengolahan kembali. Model ekonomi linier ini kurang efisien untuk diterapkan, karena dapat mencederai kelestarian semesta dengan memperburuk fenomena krisis iklim dan menguras sumber daya alam yang ada.
Berdialektika mengenai sumber daya alam yang dijajah oleh model ekonomi linier, hal ini menarik perhatian para activis lingkungan. Pada 1987, PBB mendefinisikan ekonomi sirkular sebagai pembangunan berkelanjutan yang menerapkan tiga prinsip utama yaitu pertumbuhan ekonomi, inklusi sosial, dan perlindungan lingkungan. sejarah ekonomi sirkukar berlanjut hingga 1990 yang mana pembangunan ekonomi sangat cepat karena pengunaan mesin dan teknologi yang menyebabkan pencemaran lingkungan meningkat. Sehubung dengan itu para ahli mencari alternative system ekonomi yang menetapkan instrument kebijakan dan aksi, mengelola rantai logistic produk, serta mewujudkan inovasi dan teknologi yang mengedepankan kelestarian lingkungan.
Guy Ryder, Direktur Jenderal dari International Labour Organization (ILO) mengemukakan bahwa “Potensi energy terbarukan dalam menciptakan pekerjaan layak merupakan indikasi jelas bahwa kita perlu memilih antara perlindungan lingkungan di satu sisi, dan menciptakan lapangan kerja di sisi lain. Keduanya bisa berjalan beriringan.” Selain transisi ekonomi yang telah dipaparkan diatas, tarnsisi energy dari energy fosil (batu bara, dll) menuju energy terbarukan juga menjadi solusi bagi kesetabilan ekologi yang dapat memepercepat tumbuhnya ekonomi, dengan implementasi ekonomi hijau atau lebih familiar dengan Green Jobs
Bekali Bonus Demografi dengan Greenskill
Merefleksikan diri pada beberapa Megatrens yang dimungkinkan akan terjadi di Indonesia, seperti bonus demografi. Dimana meludaknya usia produktif ini akan menjadi bencana bagi Indonesia jika tak disusul dengan kualitas sumber daya manusia yang berkualitas dan lapangan kerja kerja yang memadahi. Lucunya hari ini, realita mengenalkan kita pada Artificial Intelegent yang disebut sebut mampu mengantikan pekerjaan manusia. Ini menjadi tantangan bagi demografi Indonesia yang harus berebut skill dan lapangan kerja oleh para Robot AI. Keresahan ini mungkin sudah terbaca oleh khalayak ramai, yang menjadi fokus kita saat ini bagaimana jalan dalan memperluas lapangan pekerjaan yang mempunyai kelayakan dalan nilai ekonomi untuk demografi Indonesia dan tetap berkeadilan bagi keduanya ?
Green Job diharapkan Mampu menjadi Bekal Masa Depan yang Berkeadilan bagi Semua Sector
Sumber : (Pinteres) https://pin.it/4XbOJjeEQ
Melansir dari postingan instagram @cerah_indonesiaku, akun Organisasi Nirlaba Yayasan Indonesia Cerah. Peneliti Coaction Indonesia Siti Koiromah menyebut sejumlah alasan greens jobs akan berkembang di Indonesia dan dunia sebab ;
Kesadaran iklim masyarakat sosial akan krisis iklim semakin meningkat. Hal ini mendorong perusahaan dan industry menerapkan prinsip berkelanjutan.
Green jobs menyebar di banyak bidang. Tak terbatas pada sector tertentu, mulai dari pertanian, teknisi hutan, inspektur organic, operator limbah, manufaktur,manegemant kota, jasa analisis lingkungan, petugas daur ulang, dll.
Terdorong oleh ekonomi hijau. Mengacu pada kajian WEF 2016 sektor energy dan industry di seluruh dunia beralih ke ekonomi hijau.
Terciptanya jenis pekerjaan baru, transisi energy global menghasilkan 200 juta pekerjaan, mengantikan 185 juta pekerjaan yang hilang pada 2050.
Setiap orang dapat berkontribusi dalam green jobs dengan tiga jenis pekerjaan ; pekerjaan langsung, seperti halnya produksi, konstruksi, dan pemeliharaan pembangkitan. Selanjutnya, pekerjaan tidak langsung meliputi cara menghasilkan barang dan jasa pendukung misal pengacara, arsitek, manageman bisnis, dan penjaga keamanan. Yang terakhir, pekerjaan terimbas, meliputi pelayanan yang melayani para pekerja subkontraktor dan pihak lainnya. Skil-skil ini perlu di sosialisasikan dan terus diadvokasikan kepada khalayak, terkhusus generasi muda Indonesia yang kelak akan memegang andil dalam keberlasungannya
0 Komentar