Jam Karet, Buah Kegagalan Pembelajaran Kedisiplinan?
Oleh Masykur Azka Farkhan
Anggota Departemen Pendidikan & Kaderisasi PAC GP Ansor Tembarak Kabupaten Temanggung
Setiap acara yang diselenggarakan oleh pihak instansi di mana pun berada pastinya menginginkan kelancaran pada pelaksanaannya. Berbagai upaya dilakukan untuk menjamin kesuksesan pada keberlangsungan acara. Akan tetapi datangnya kendala merupakan salah satu hal yang tidak bisa dipungkiri. Ia dapat hadir meskipun pencegahan atau upaya untuk mengurangi kendala telah dilakukan.
Salah satu kendala yang sangat familiar adalah mundurnya jam pelaksanaan pada suatu acara atau sering disebut sebagai fenomena jam karet. Penulis sendiri telah mengalami getir pahit dari kondisi jam karet. Berdasarkan apa yang dialami oleh penulis berkaitan dengan jam karet, paling cepat acara dimulai adalah lima belas menit dan keterlambatan mulainya suatu acara yang pernah dialami penulis sekitar lima jam. Jarang sekali penulis mengalami suatu kejadian di mana acara mulai tepat waktu. Penulis yakin bahwa para pembaca memiliki pengalaman yang lebih luar biasa daripada penulis berkaitan dengan fenomena jam karet ini.
Jam Karet
Pengertian dari istilah jam karet sendiri merujuk kepada suatu kondisi di mana telah terjadi kemunduran waktu pelaksanaan suatu acara yang disebabkan oleh berbagai faktor baik internal maupun eksternal. Faktor internal yang menyebabkan terjadinya jam karet adalah rasa malas yang menjadi penyakit utama serta menggerogoti kedisiplinan dari dalam diri manusia. Sedangkan faktor eksternal yang menjadi pemicu fenomena jam karet adalah lingkungan yang mendukung terhadap kejadian molornya suatu jam.M
Mengutip dari film berjudul “Darah Garuda” yang merupakan salah satu trilogi dari Merah Putih yang tempo dulu sering diputar salah satu stasiun televisi ketika memperingati hari kemerdekaan 17 Agustus. Pada salah satu scene terdapat suatu sarkas yang menarik. Berawal dari percakapan yang dilakukan oleh Lukman Sardi yang berperan sebagai Kapten Amir dan Teuku Rifnu Wikana yang memerankan tokoh Dayan. Mereka melakukan percakapan berkaitan dengan jam karet yang sudah menjadi budaya masyarakat. Tentu ini menjadi sindiran yang telak atas budaya yang bisa dikatakan kurang baik ini.P
Padahal pembelajaran kedisiplinan pada umumnya telah diajarkan sejak berada di bangku sekolah dasar bahkan jenjang sebelumnya. Guru telah memberikan contoh seperti duduk siap, apresiasi kepada murid yang disiplin, dan berbagai contoh bentuk upaya pendisiplinan yang lain. Namun mengapa semakin beranjak dewasa pada umumnya kedisiplinan orang menjadi meluntur sehingga budaya jam karet semakin menjamur?L
Lingkungan? Ya, lingkungan. Lingkungan berperan penting atas menjamurnya kebudayaan waktu yang molor. Bahkan orang yang sebelumnya sangat disiplin sekalipun dapat menjadi korban dari lingkungan yang cenderung menolak tindak kedisiplinan. Beberapa orang yang pernah bertemu dengan penulis sempat menceritakan pengalamannya. Pada awalnya mereka adalah agen disiplin yang senantiasa tepat waktu dalam menghadiri suatu agenda acara. Namun ketika mereka melihat realitas bahwa orang-orang di lingkungan mereka yang cenderung malas, katakanlah tidak menghargai waktu sehingga agenda yang seharusnya sudah mulai jam sekian justru menjadi mundur. Hal tersebut menjadikan para agen disiplin ini punah dan ikut menjadi kader jam karet.
Adakah suatu terobosan untuk menanggulangi budaya jam karet yang bisa dikatakan sudah melampaui batas ini? Tentu saja ada. Usaha jika dilakukan secara istiqomah atau terus menerus pastinya dapat memberantas budaya ini. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan mempercepat waktu pada perangkat seperti pada jam tangan atau jam di gawai ketika ada agenda acara di suatu hari. Cara ini berjalan cukup efektif bagi penulis walaupun sekali waktu pernah menjadi bumerang yang cukup merepotkan. Contohnya seperti ini: pada hari Senin lusa akan diadakan acara yang berlangsung sejak pukul sembilan pagi. Kemudian di awal hari aturlah jam pada perangkat yang tersedia menjadi lebih cepat beberapa saat. Kurang lebih seperti itu penerapannya. Mungkin cara ini menyebabkan pro dan kontra. Setidaknya ini merupakan salah satu usaha pemberantasan jam karet.
Cara yang selanjutnya adalah senantiasa menanamkan mindset atau pemikiran bahwa menjadi orang yang ditunggu sehingga menyebabkan molornya suatu acara adalah hal yang menyakitkan. Bukankah sebagai sesama manusia yang merupakan makhluk sosial itu dilarang untuk saling menyakiti? Tentu sulit melakukannya di awal. Bahkan ada yang sudah cenderung memiliki mindset negatif sehingga sulit move on dari pesona jam karet. Jadilah orang yang menunggu, bukan menjadi orang yang ditunggu.
Langkah lain adalah mencontoh kedisiplinan orang-orang terdahulu. P.K. Ojong dalam salah satu tulisannya yang brilian berjudul “Perang Pasifik” menggambarkan seorang tokoh yang memiliki ketepatan waktu yang luar biasa. Seorang laksamana kaliber besar ditulis bahwa ia mempunyai ketepatan waktu yang tidak bisa diragukan lagi. Ketika ia mengatakan akan datang jam sekian menit sekian maka ia akan menepati apa yang ia katakan. Bercermin dari laksamana tersebut adakalanya orang awam yang berpikir bahwa lumrah tokoh tersebut disiplin karena ia dari militer. Urungkan pemikiran seperti ini. Orang awam sekalipun bisa menjadi motor penggerak kedisiplinan di dunia ini.
Penulis memiliki seorang guru yang keteladanannya cukup mengagumkan. Diceritakan pada suatu acara rapat besar, sang guru telah hadir tepat waktu. Akan tetapi waktu pelaksanaan rapat telah mundur cukup lama dengan alasan salah satu orang penting belum hadir. Sang guru mengatakan kepada panitia bahwa jika lebih dari satu jam dari awal pelaksanaan acara masih belum mulai maka sang guru akan hengkang keluar karena ada agenda lain yang lebih penting yaitu mengajar. Benar saja, setelah satu jam acara belum mulai, beliau keluar. Barangkali kisah nyata ini bisa menggugah pembaca tentang pentingnya menghargai waktu.
Penerapan Nilai Kedisiplinan
Merupakan suatu perkara yang berat untuk mengubah suatu generasi yang terlena terhadap pesona jam karet sehingga telah menjadi suatu budaya menjadi generasi dengan kedisiplinan yang tinggi. Kembali ke topik di awal, apakah jam karet merupakan buah dari kegagalan pembelajaran kedisiplinan? Bisa iya bisa tidak. Bagi penulis jawabanya tidak sepenuhnya benar bahwa terjadi kegagalan pada upaya penerapan kedisiplinan yang telah dilakukan. Faktanya bahwa di lapangan masih ada segelintir atau bahkan sekelompok orang yang memegang prinsip kedisiplinan seperti ketepatan waktu. Intinya jangan sampai terjadi pada suatu generasi itu semuanya merupakan kader jam karet. Jangan sampai budaya kedisiplinan punah. Cukup segelintir orang saja yang menjadi penggerak dan teladan kedisiplinan. Dengan adanya sedikit agen kedisiplinan diharapkan menjadi contoh dan panutan bagi mereka yang belum bisa menghargai waktu.
Terhadap faktor lingkungan yang menjadi lahan perkembangbiakan budaya jam karet juga harus dilakukan suatu tindak perubahan. Jika seseorang mengeluh terhadap kondisi lingkungan yang cenderung menjadi tempat pertumbuhan budaya jam karet maka orang tersebut hendaklah merubahnya. Tentu cukup berat jika dilakukan secara sendiri dan tergesa-gesa. Lakukan secara perlahan seperti pada contoh di atas. Lambat laun kondisi jam karet dapat meluntur. Tidak masalah jika tindakan saat ini dalam rangka merobohkan budaya jam karet tidak berhasil pada generasi yang sama. Mungkin generasi selanjutnya yang akan menjadi penerus tindak kedisiplinan.
Tidak perlu menunggu orang lain lagi. Ayo budayakan kedisiplinan terhadap waktu. Jadilah pelopor tepat waktu. Suatu acara akan menjadi semakin efektif ketika berjalan sesuai rancangan jam. Perbedaan akan terlihat jelas di antara orang yang senantiasa menghargai waktu dengan orang yang membuang-buang waktu. Pada umumnya orang yang sering tepat waktu itu apabila melakukan pekerjaan di awal waktu. Sedangkan mereka yang membuang waktu seringkali menunda pekerjaan. Now or never. Sekarang atau tidak sama sekali. Perubahan tidak akan pernah terjadi hanya dengan melakukan tindakan diam di tempat.
Marilah menjadi agen penggerak nilai-nilai kedisiplinan di semua lini. Hormatilah waktu dan jangan sia-siakan karena waktu yang telah hilang itu tidak akan pernah datang kembali. Ingat, tidak pernah terjadi sekalipun dalam sejarah bahwa penyesalan datang di awal waktu. Penyesalan selalu datang di akhir waktu. Lalu bagaimana cara seseorang menghindari penyesalan? Tentu saja melakukan perubahan di awal.
Oleh : Azka farhan
0 Komentar