Hakikat Manusia Lahir untuk Kembali


Manusia berasal dari tanah, makan hasil tanah, berdiri di atas tanah, dan akan kembali ke tanah. Lantas kenapa bersifat langit?

- Buya Hamka

Manusia sejatinya tercipta dari saripati yang berasal dari tanah sebagaimana dalam Qur’an Surah Al-Mu’minun ayat 12, manusia bertahan hidup dengan memakan hasil tanah seperti halnya nasi yang berasal dari padi, buah-buahan, dan lainnya, manusia juga hidup di atas tanah atau di muka bumi ini sebagai khalifah. Manusia bukanlah makhluk abadi, walaupun dengan seluruh peradaban hebatnya sepanjang zaman akan tetap kalah dengan waktu dan tetap kembali ke peraduannya di bawah tanah. Sama sekali tidak ada kepantasan bagi manusia bersifat langit dengan kenyataan asal muasal serta unsur hidupnya tak terlepas dari tanah.

Setelah kembali ke tanah - wafat, amal perbuatan manusia yang ada di dunia akan terputus pahalanya, seluruh harta, jabatan, anak, istri, orang tua, sanak saudara, dan hal-hal yang bersifat duniawi akan tertinggal. Namun, dalam Hadis Riwayat Muslim, ‘Apabila anak adam (manusia) telah wafat, maka terputuslah amalnya kecuali tiga perkara, yaitu sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak sholeh yang senantiasa mendoakan’. Dengan tiga hal tersebut merupakan suatu kesempatan bagi yang telah meningal tetap mendapatkan pahala, sebab bersikap welas asih pada mayyit sebagai bentuk kasih sayang kita terhadap orang yang kita sayangi yang sudah meninggal seperti dalam kitab Hujjah Ahlu Sunnah wal Jama’ah yang dikarang oleh Kiai Haji Ali Maksum, menukil dari Imam Ibnu Qoyyim dalam kitab Ar-Ruh, “Hal yang paling utama bisa dihadiahkan kepada mayyit adalah shodaqoh, istighfar, berdoa kepadanya (untuk kebaikan mayyit), dan menunaikan haji untuknya.” 

Ibnu Qoyyim juga mengatakan “Hal yang lebih utama adalah menentukan niat ketika mengamalkannya bahwa pahala tersebut untuk si mayyit, dan tidaklah diisyaratkan untuk melafalkan niat tersebut.” Seperti halnya kita berniat untuk bersedekah dan berhaji namun niatnya mengamalkan pahala sedekah dan haji untuk si mayyit, sebab disunahkan memberi kewelasan untuk mayyit di malam pertama dalam kubur dengan sedekah. Namun, jika tidak mampu bersedekah maupun berhaji dengan niat mengamalkan pahalanya untuk mayyit, maka dapat melakukan sholat sunnah dua rakaat yang tergolong sholat mutlaq. Sholat ini juga disebut dengan Sholat Anisil Qobri. Dalam sholat Anisil Qobri tiap-tiap rakaatnya membaca Surah Al-Fatihah, Ayat Kursi, Surah At-Takatsur, dan Surah Al-Ikhlas 10 kali.

Manusia yang sejatinya merupakan makhluk yang tidak abadi, dengan sifat kasih serta sayangnya Allah terhadap hambanya dapat terbukti secara nyata. Walaupun manusia di dunia berbuat kerusakan dan maksiat selama hidup hingga wafatnya, Allah tetap memberikan kesempatan hambanya tetap beramal walau pun sudah kembali ke tanah.


Oleh : Bahir

Posting Komentar

0 Komentar