Telaah Aposisi Partner Belajar dalam Mendukung Proses Pembelajaran: Penyoka atau Azimat

Robert T. Kiyosaki mengatakan dalam bukunya yang berjudul “Ricah Dad Poor Dad”, seseorang akan melakukan sesuatu berdasarkan dua hal. Yakni, keinginan dan hasrat. Robert mengimplementasikan kedua intensi tersebut dalam dinamika psikologi, mindset, ideology dan juga sistem. Kedua intensi tersebut juga berlaku dalam proses pembelajaran. Seseorang dapat memiliki ambisius yang besar manakala memiliki dua hal tersebut.

Dari dua intensi yang disebutkan—keinginan dan hasrat—terlebih hasrat, faktor eksternal seperti lingkungan dan interaksi dengan orang lain turut memegang peran krusial dalam membentuk motivasi belajar. Mengerucut pada hasrat, seseorang dapat memiliki semangat belajar yang tinggi ketika ia mendapatkan partner yang tepat. Bahkan ada penyair yang mengatakan “Yang paling menarik dari diskusi bukanlah topiknya, melainkan lawan bicaranya”. Diskusi bukan hanya untuk memecahkan permasalahan sosial, membaca situasi politik, berdebat ideology tapi juga dalam proses pendewasaan diri secara sadar, baik dalam kelas maupun luar kelas. 

Menurut teori yang dikembangkan oleh Abraham Maslow (1943) kebutuhan dasar seperti asupan fisiologis, keamanan, sosialis, dan validasi/penghargaan harus terpenuhi terlebih dahulu sebelum mencapai pada titik aktualisasi diri. Menurut Maslow, jika tangki cinta dari seseorang telah penuh, maka seseorang tersebut dapat menebarkan buih-buih cinta terhadap insan yang lain. Analoginya, jika tangki cinta yang ia miliki masih bagaikan tong yang hanya tandas dan tandus saja, apa yang dapat ia berikan terhadap makhluk tuhan yang lain?

Tahapan selanjutnya adalah penghargaan. Bukan karena untuk divalidasi, tetapi pada dasarnya manusia memang butuh akan apresiasi. Porsi apresiasi yang berkualitas dapat didapatkan dari partner belajar yang baik.  Dalam alunan proses pembelajaran, sinergi dengan partner belajar menjadi jembatan emas yang menghubungkan kebutuhan psikologis akan keterikatan sosial dan pengakuan eksistensi. Rangkaian momen kebersamaan inilah yang kemudian menjadi sumber inspirasi tak terhingga, menyalakan kobaran api intelektual yang terus membara dalam sanubari setiap pembelajar.

Saat peserta didik memberikan bantuan tulus kepada temannya atau menerima pujian yang tulus, hati mereka akan berbunga-bunga karena merasa dihargai dan diakui keberadaannya. Hal ini tidak hanya memperkuat rasa percaya diri, tetapi juga menciptakan iklim belajar yang penuh apresiasi dan saling menguatkan.  Dalam suasana seperti inilah, interaksi dengan rekan belajar menjadi katalisator yang mendorong pemenuhan kebutuhan sosial dan penghargaan diri. Lebih jauh, dinamika pembelajaran yang kolaboratif ini mampu menyalakan api motivasi, mendorong peserta didik untuk bersemangat dalam mengejar pengetahuan dan mengukir prestasi.

Partrner belajar dapat membantu membuka cakrawala perkembangan psikologi yang lebih berkualitas lagi. Bukan hanya memberi apresiasi, namun juga sebagai teman bercerita, teman berkembang, dan teman menikmati manis pahitnya kehidupan. Yang hakikatnya, belajar bukan hanya terbatas dalam kelas saja. Namun seperti yang dikatakan oleh Ning Imaz Fatmah Zahro, bahwasanya relasi belajar yang paling besar dalam kehidupan adalah terhadap sosok yang pantas dijadikan panutan seumur hidup. Siapa lagi jikalau bukan pasangan hidup.


Oleh: Ayu Dina Karisma

Posting Komentar

0 Komentar