One More Day, Please?




12 Agustus 2007

05:15


    Mentari indah mulai memunculkan pesonanya, sebuah anugrah tuhan yang lagi lagi telah terlihat kembali, hembusan angin hangat menerbangkan dedaunan basah yang tertepa hujan malam tadi, hembusannya telah membuat beberapa genangan air di jalanan bergoyang seolah ingin pergi dari tempatnya berada.


   Pagi itu, Ray bersiap mengemasi barang barangnya, sungguh melelahkan pikirnya, dia di suruh kembali ke Indonesia Cuma hanya untuk mengambil beberapa lembaran kertas yang harusnya dia bawa dua bulan yang lalu, saat ini Ray telah menjadi mahasiswa di Negara kincir angin, Belanda. Dia diberi waktu Cuma lima hari dan setelah itu dia di wajibkan untuk kembali lagi kesana, namun hal itu sesaat membuatnya sedikit terbumkam, dia tahu teman masa kecilnya baru saja di larikan ke rumah sakit sedari dua bulan yang lalu, tiga hari setelah dia pergi, dan kini Ray sangat ingin menemui sahabatnya itu, tapi sesuatu hal membuatnya bingung, dia harus kembali ke Negara Belanda itu besok.


    Matanya terpejam, Ray meletakkan beberapa lembaran kertas itu di meja kamarnya, menengok halaman rumah dari jendela kamarnya, dan melihat rumah sahabatnya yang ternyata sahabatnya itu adalah tetangganya sendiri, dia tidak tega bila harus pergi begitu saja tanpa mengucapkan salam perpisahan dengan sahabatnya, malam ini dia akan berusaha untuk datang ke rumah sakit itu untuk menemui sahabatnya.


12 Agustus 2007

19:45


     Sebuah motor besar berhenti di sebuah rumah sakit, Ray sesegera mungkin memarkirkan motornya di tempat parkir dan segera turun dari motornya, lalu segera berjalan ke lorong rumah sakit, menanyai suster tentang dimana ruang dan kamar yang di inap temannya, si suster mengucapkan nama kamar dan angka kamar itu, Kamar Melati, Nomor 7, tanpa di ulang untuk kedua kalinya Ray mulai melangkah ke ruangan yang di sebutkan suster tadi.


     Dia sampai di depan ruangan itu, Kamar Melati, Nomor 7 batinnya, Ray menghembuskan nafas panjang, hingga akhirnya membuka pintu itu. Ray mendapati seorang gadis muda berambut panjang dan terurai, terduduk di ranjangnya sembari menatap keluar jendela kamar itu, seperti tidak peduli akan kedatangan Ray. Ray maju beberapa langkah sembari menutup pintu yang tadi dia buka, suara pintu yang tertutup membuat si gadis menatapnya, sebuah tatapan yang sepertinya Ray kurang ketahui.


   Ray? Tanya gadis itu.


    Ray terdiam, tidak menyangka akan bertemu seseorang yang selama ini dia sukai di tempat seperti ini, Hai Rea, aku dengar kamu masuk ke rumah sakit, jadi aku memutuskan untuk datang menjengukmu, Ray tersenyum masam.


    Ray melangkah mendekati gadis itu yang adalah bernama Rea, sahabat semasa kecil Ray, setelah dia sampai di depan Rea, gadis itu segera memeluknya, Kamu dari mana saja Ray?! Tanpa kamu berpamitan kamu pergi begitu saja dua bulan ini!.


     Ray nampak terpaku, kebingungan ingin menjawab apa, Maaf, jawabnya lirih.


     Setelah beberapa saat, akhirnya Rea melepaskan pelukannya, lalu Ray menjelaskan bahwa dirinya tiba tiba saja di pindahkan ke negeri kincir angin, Belanda, oleh universitasnya, dan kini dia sedang kembali untuk mengambil berkas yang ketinggalan, sampai sampai mendengar bahwa sahabatnya sedang dirawat di rumah sakit, dan segera menjenguknya. Rea mengangguk, Nampak mengerti dengan apa yang di ucapkan oleh sahabat semasa kecilnya itu.


Jadi? Sampai kapan kamu ada di sana? tanya Rea seketika.


Ray mendesah pelan, Sampai aku lulus kuliah mungkin, Rea mendapati wajah sahabatnya murung, lalu dia sendiri malah tersenyum, tidak perlu khawatir, kamu boleh meninggalkan aku, tidak apa memang begitu pada akhirnya.., entah di akhir kalimat yang di ucapkan Rea terdengar sangat rendah, sampai sampai Ray tidak mendengar apa yang di ucapkan sahabatnya itu barusan.




12 Agustus 2007

23:15


    Malam terus berputar bagaikan komedi putar, rembulan sempurna menyinari bumi dengan pancaran cahaya lembutnya.


    Malam itu Ray terus terusan bercerita tentang apa saja yang yang dia lihat di Belanda selama dua bulan ini, bercerita tentang makanan apa saja yang dia santap selama disana, dan beberapa pengalaman tentang teman-teman barunya disana, semua Ray ceritakan dengan penuh semangat, dan berharap kebahagiaan itu tidak akan pernah sirna di hatinya, Rea duduk terdiam sembari tersenyum, mendengar cerita dari sahabatnya yang telah meninggalkannya selama dua bulan ini, dan sama sekali tidak tahu tentang apa yang Rea rasakan selama ini.


     Ray duduk di kursi sebelah kasur Rea. Ray mengatakan kepada Rea bahwa dia telah memutuskan untuk pergi ke Belanda besok pagi pagi, agar dia tidak tertinggal pesawat.     Mendengar fakta bahwa Ray akan kembali pergi besok membuat senyuman Rea menipis, dia berpikir untuk menggagalkan rencana sahabatnya itu, tapi, apakah bisa?


     Pertemuan ini sangatlah singkat, begitu pikir Rea, meskipun begitu, hal itulah yang akan terjadi.


13 Agustus 2007

06:00


    Cahaya mentari berkilau kilau dari ufuk timur, pagi telah dimulai, sebuah takdir baru telah bergulir kembali, melanjutkan kisah abu abu di hari sebelumnya.


   Pagi itu, setelah Ray selesai membasuh tubuhnya, dia berencana untuk segera berpamitan dengan Rea, dia harus segera berangkat, jadwal pesawat yang akan dia tumpangi akan terbang sekitar pukul Sembilan pagi ini.


    Ray sebenarnya tidak ingin meninggalkan Rea sendirian, karena sebenarnya Rea adalah yatim piatu, dia di rumahnya cuma sendirian, kehidupannya selalu bergantung pada usahanya sendiri, dan terkadang dia juga di bantu oleh keluarga jauhnya, terkadang terpintas di pikiran Ray, mengapa Rea tidak bersama dengan keluarga jauhnya itu, dan mengapa Rea malah memilih untuk hidup sendiri? Tapi hal itu dia urungkan, melihat kondisi Rea saat ini memang tidaklah mendukung, takutnya dia malah akan membuat Rea semakin sakit, dan tiba tiba sebuah pertanyaan lain terpintas cepat di kepala Ray, sebenarnya sakit apa Rea selama ini? Mengapa dia berada di rumah sakit selama dua bulan ini? Tetapi pertanyaan itu lagi lagi dia urungkan, dengan alasan yang sama juga.


    Ray berdiri di depan Rea yang sedang duduk bersandar di kasurnya, Ray berniat untuk berpamitan, dia harus segera pergi karena waktu telah mengejarnya, namun di luar dugaan, Rea malah sekali lagi memeluknya.


    Aku mohon jangan tinggalkan aku sendirian lagi.. Ray tangis Rea meleleh.


      Ray nampak kebingungan, dia sama sekali tidak tahu harus berbuat apa, dia juga sebenarnya tidak ingin meninggalkan Rea, tapi keadaan yang memaksanya.


   Aku mohon.. Rea menatap mata Ray, Satu hari lagi, kumohon.. isaknya.


    Melihat kondisi Rea saat ini, membuat Ray semakin tidak tega meninggalkannya, Ray mengubah pikirannya. Ray menatap kearah wajah manis Rea yang sedang berlumuran air mata, dia mengusap kepalanya, Ray menggangguk berlahan, dia akan disini untuk satu hari ini saja, dan akan kembali ke Belanda esok harinya, lagi pula dia cuma meminta satu hari, semoga saja pihak yang berada jauh di sana mengerti keadaannya.




13 Agustus 2007

09:30


   Matahari terus bersinar, meski beberapa awan di atas sana mencoba untuk menutupi kilauan cahayanya, tapi cahaya matahari tetap bersinar hangat.


   Makanannya sudah datang tuan putri..! Kata Ray seraya masuk ke dalam ruangan kamar Rea, hari ini memang dia tidak jadi berangkat ke Belanda, tapi bukan berarti dia harus menjadi budak sahabatnya yang sedang duduk manis di kasur itu, begitulah pikir Ray. Dengan senyum yang sedikit di paksakan, Ray menyodorkan bubur itu kearah Rea, Rea yang sedikit malu meminta Ray menyuapinya, lagi lagi, Ray harus mau melakukannya meski dengan sedikit terpaksa.


   Hari ini, Rea melarang suster maupun dokter untuk masuk ke ruangannya, dia ingin berdua saja dengan Ray, begitulah katanya ketika seorang suster masuk untuk memberikan obat pagi padanya. Ray cuma bisa tersenyum malu kepada suster itu, Semoga anda memaafkan tingkah anak ini, begitu pikirnya saat melempar senyumannya, suster itu cuma ikut tersenyum sembari mengangguk.


Dengan kata lain, selama satu hari penuh ini, Ray-lah yang bertanggung jawab atas semua kebutuhan Rea. Sedikit sedikit Ray berpikir apakah sahabatnya ini sedang mempermainkannya karena telah meninggalkannya dua bulan yang lalu? Tapi dia menepis pemikiran itu, Ray tahu, dia akan melakukan apapun untuk orang yang selama ini dia cintai, apapun itu, meski orang itu tidak merasakan hal yang sama.


Berlahan Ray menyuapi Rea, Rea nampak begitu senang, dan itu sudah membuat Ray sedikit lega, lega untuk meninggalkan Rea sendirian besok.


 Tapi sebenarnya, siapa yang akan meninggalkan siapa di takdir cerita ini?


13 Agustus 2007

20:00


       Hari hari berputar begitu sangat cepat, malam dingin telah membungkus bumi, malam berkabut yang sedikit menurunkan tetesan air, hujan yang lembut telah turun bersama irama angin yang berhembus secara beriringan.


   Ray duduk di sebelah Rea, Ray menceritakan sebuah dongeng Kancil Pencuri Ketimun untuk Rea, meski sebenarnya Ray malas melakukannya, tapi Rea terus memaksanya, Rea berkata bahwa dia ingin mengenang masa lalunya saat berbagi cerita dengan Ray, Ray tanpa ba-bi-bu, melaksanakan permintaan aneh itu.


   Cerita yang di sampaikan Ray semakin jauh, meski dia sendiri tidak yakin, apakah kisah yang dia ceritakan ini benar urutannya atau tidak.


  Rea yang mendengar cerita Ray hanya mencoba menahan tawanya sendiri, seketika tawanya meledak, dia tidak sanggup menahan hatinya yang geli mendengar cerita 'Ngawur' dari sahabatnya itu. Ray yang bercerita seketika terdiam, dan ikut tersenyum masam, karena tahu dirinya sedang di tertawakan.


Setidaknya dia sudah membuat Rea tertawa.


13 Agustus 2007

22:45


  Malam semakin larut, kicauan burung hantu kian semakin terdengar jelas dari balik jendela kamar itu.


   Ray dan Rea akhirnya bercerita tentang masa lalu mereka berdua dulu, tentang bagaimana mereka bertemu dulu, saat mereka bermain bersama, saat mereka bertengkar hanya karena sebatang permen, saat mereka berpisah ketika SD, lalu pertemuan mereka saat SMP dan SMA, kebersamaan mereka sampai saat ini. Sebuah cerita yang sangat panjang bila kisah itu kini di ceritakan.


  Rea nampak tersenyum bahagia, kini Rea dan Ray sedang duduk bersandingan di kasur Rea, wajah cantik nan manis Rea nampak jelas di kelopak mata Ray, dan seketika membuat hatinya berdegup kencang.


  "Aku benar benar bersyukur bisa di pertemukan dengan mu Ray" kata Rea.


Ray tersenyum, "Begitupun yang aku rasakan Rea".


Kepala Rea di letakkan di pangkuan kaki Ray, "Andai saja aku bisa bersamamu seperti ini selama yang kita inginkan".


Ray mengelus kepala Rea dengan penuh kasih sayang, "Suatu hari nanti, pasti akan kita rasakan saat saat seperti itu" . Namun sebenarnya perkataan Ray nampak keliru, begitu pikir Rea, gadis itu meneteskan air mata di pangkuan Ray.


  "R-Ray" Rea berkata lirih, Ray melihat ke arah sahabatnya itu yang memanggil namanya. "Aku mencintaimu", lanjutnya.


Hening, seketika suasana menjadi hening. Ray membungkuk, berbisik kepada orang yang sedang tertidur di pangkuannya, "Aku juga mencintaimu Rea". Namun yang di ajak bicara entah ternyata sudah tertidur pulas.


14 Agustus 2007

09:30


   Air mata deras membasahi pipi Ray, tanpa dia sadari sebuah kisah telah berakhir untuknya, kini dia seharusnya berada di bandara, dan terbang ke negeri yang jauh, namun kenyataan saat ini dia sedang berdiri di depan batu nisan yang dengan jelas terpampang nama sahabatnya, ya, nama sahabatnya yang bahkan tadi malam sempat dia ajak berbagi kasih, kini dia telah tiada.


  Pagi itu, tepatnya pukul enam pagi, setelah Ray terbangun, dia ingin membangunkan Rea yang tidur di pangkuannya, namun setelah dia mengguncang tubuh gadis itu, sama sekali tidak ada respon, sontak Ray sangat terkejut, seketika dia berlari dan memanggil dokter, namun takdir telah berakhir hari itu juga, Rea telah tiada.


  Dokter itu berkata bahwa Rea telah meninggal tepat tujuh jam yang lalu. Hal tersebut membuat Ray sangat terkejut, tujuh jam sebelum saat itu, adalah saat Rea mengungkapkan perasaannya kepada Ray, dan tertidur pulas di pangkuannya.


  Rea telah meninggal di pangkuan Ray.


  Hal tersebut membuat Ray sangat sedih, dia tidak tahu harus berbuat apa, mengapa Rea harus meninggalkannya sendiri? Mengapa Ray harus meninggalkannya sendirian dua bulan lalu? Dan apakah Rea mendengar bisikan Ray tadi malam? Sebuah jawaban yang sedari dulu dia tunggu telah dia temukan tadi malam, dan dia kehilangannya malam itu juga.


  Ray menatap awan pagi ini, dan semuanya seperti nampak sangat gelap.


*  *  *


Cinta adalah sebuah anugrah, dan waktu yang membatasinya.


Gunakan cinta itu dengan baik.


Teruslah mencintai seseorang itu seperti tidak ada hari lain selain hari ini.


Karena kita tidak akan pernah tahu kapan kita akan kehilangannya.


Karena kita tidak akan pernah tahu kapan kita akan meninggalkannya.


Sesungguhnya perpisahan bukanlah duka.

Meski harus menyisakan luka.


Karena hal yang paling menyakitkan dari perpisahan bukanlah kehilangan melainkan...

.

.

.

...kenangan.




-ditulis oleh Latif, Anggota LPM GRIP Angkatan 2020, Mahasiswa STAINU Temanggung




Posting Komentar

0 Komentar