Bumi Kaum-Kaum (Kepentingan)

Tumbuh subur manusia yang menjaga idealismenya
Yang memegang obor dengan penuh kepedihan
Tumbuh subur manusia yang mensucikan ruang batin terdalamnya
Yang menjaga nilai-nilai kemanusiaan dari kemunduran moralitas
Meski jika suatu saat nanti idealismemu akan membawamu ke jalan penderitaan
Meski idealismemu hanya akan menjadi jalan bagi penindasan yang kelak akan kau
alami
Namun, percayalah manusia-manusia yang diberkati Tuhan dengan keyakinannya,
langkah kakimu senantiasa diridai
Meskipun kelak engkau mati dalam dekapan alam, tunas-tunas yang
kau tanam akan tumbuh subur kelak di kemudian hari.

Teruntuk Muhammad saw., Karl Marx, Tan Malaka, Benazhir Buttho, Socrates dan semua manusia yang dengan kakinya tanpa gemetar melangkah di jalan kebajikan.

Bagian 1

Dari Aku Seorang Kroco
    Saya belajar dari Karl Marx bahwa gagasan yang paling dominan dalam masyarakat adalah gagasan kelas penguasa, sebagai benteng pelindung serta pembenaran kelanggengan kekuasaannya.
    Saya melihat dengan mata dan hati yang nyalang bahwa wadah bagi saya berproses mulai tercemari oleh limbah-limbah kaum Borjuis. Dengan adanya pergerakan kepentingan, seiring berjalannya waktu sistem kekuasaan ini akan mendistorsi kesadaran seorang kader, melekat dan menodai ruang batin terdalam berPMII.
    PMII bukanlah mitra kerja kaum-kaum berkepentingan, PMII adalah organisasi yang mempunyai keteguhan terhadap nilai-nilai moralitas dan humanisme. Pembela keadilan, pembela kebenaran, dan pembela kaum muftad'afin.
    Ungkapan sahabat terhadap sesama kader adalah manifestasi bahwa PMII bukanlah organisasi kaum kepentingan. Sahabat Mbono pernah berkata demikian “di dalam politik tidak ada teman abadi, yang ada hanyalah kepentingan abadi.”
    Pemaknaan sahabat di dalam PMII adalah keabadian, hubungan yang tidak akan terputus oleh penawaran-penawaran kenyaman dan kemapanan. Sebuah epistemologi dari keluarga, bukan secara biologis namun secara idealis. Di mana PMII menjadi wadah dan ruang-ruang terdalam epistemologi pendidikan “Menjadikan manusia yang bermartabat sebagai manusia.”
    Oleh karena itu, politik kepentingan hanya akan menggores ruang-ruang batin terdalam berPMII, membutakan tujuan dari kucuran keringat perjuangan para pendahulu. Sejarah menunjukkan bahwa anggota pergerakan memiliki peran sebagai penampung aspirasi rakyat, menjadi garda depan dalam memperjuangkan kepentingan rakyat. Namun pada kenyataanya politik hanya mendistorsi intelektualitas menjadi kebodohan bukan lagi transendensi dari kebodohan menuju intelektualitas. Kebodohan yang paling menyakitkan ialah dimana ketika kita dibodohi tapi kita tak coba memahami, walau kata hati terus mencoba menggerogoti.
    Orang-orang yang berafiliasi dalam kepentingan dan menjual idealisme nya demi kepentingan, maka sejatinya dia hanya akan menjadi pion yang ditumbalkan oleh penguasa kepentingan untuk melanggengkan kepentinganya.

Oleh: Geya Ali Saed


BAGIAN 2

Dari Seorang yang Kehilangan
    Hanya ikan mati yang terbawa arus, hanya daun kering yang terhempas angin. Kau harus berani menjadi dirimu dan berani melawan apa pun yang tidak sejalan dengan prinsipmu. Walau kemudian itu dapat menghantarkanmu dalam ketersakitan dan kesendirian. Tapi sekarang kata-kata itu hanyalah sekedar kata tanpa makna. 
    Terhampar hembusan angin, melayang-layang. Pergi jauh menghilang sampai tak dapat mata memandang, entah sampai mana. Kata-kata itu terus hanyut terbawa arus, tenggelam begitu dalam, terdampar sampai di lautan terdalam dan tak seorang pun dapat menjangkau nya.
    Betapa malunya saya pada diri ini, betapa malunya saya pada kader-kader mendengar dari saya soal integritas, idealitas, dan perjuangan yang murni tanpa noda-noda kepentingan, noda-noda keegoisan. Sehingga tertanam makna perjuangan, makna pengabdian, makna pembelaan, makna keikhlasan di dalam ruang batin terdalam.
    “Yang hidup akan melawan, yang kuat akan bertahan."
    Bahwa hanya mereka yang memiliki semangat juang dan keteguhan hati yang mampu menghadapi rintangan dan tetap berdiri teguh. Namun, nahasnya hanya dalam satu momentum aku telah menyembelih itu semua dengan bilah berdarah di tanganku. Dengan begitu aku telah membunuh diriku, aku telah mati.
    Tak ada gunanya menyalahkan cermin jika wajahku lah yang bengkok menyeramkan. Tak ada guna nya menyalahkan orang lain bila mana saya sendiri yang begitu bodoh.
    Memang benar ketidaktahuan menjadikan kita mudah dibodohi dan dimanfaatkan. Bermula dari ke-tidaktahuan, kemudian tak berupaya mencari tahu dan menganalisis. Hanya dengan kata-kata manis, dan janji-janji pragmatis saya terbuai, terserak-serak, terpesona, dan terpenjara dalam jeruji delusi menghalang-halangi keyakinan terdalam yang telah tertanam. Tak pedulikan konsekuensi jangka panjang.
    Kita sering mengkritik politik oligarki, kita sering mengkritik politik kepentingan kelompok tertentu, kita sering mengkritik politik kepentingan pribadi. Tapi!!! Oh tapi!!! Semua yang kita kritik entah dari kapan, tetapi yang pasti sekarang telah merembes masuk ke dalam wadah kita berproses, organisasi kita, semua itu telah menjadi bagian dari kita. Dan kita tahu, juga sadar soal itu, tapi kita terdiam, atau bahkan kita juga yang ikut serta mengambil peran di dalamnya.

Oleh: Maki Muzaki



Ilustrasi : Tiara Ferisya Anggreani
Editor : Bahir

Posting Komentar

0 Komentar