Demokrasi yang Terjebak Oligarki: Kritik terhadap Senat yang Berjalan

 Demokrasi yang Terjebak Oligarki: Kritik terhadap Senat yang Berjalan

Oleh: Demos Minoris

Sejak diajukannya konsep kedaulatan rakyat modern yang bersumber dari semangat revolusi Perancis muncul suatu formula baru terhadap bagaimana masyarakat memandang sistem kepemimpinan. Revolusi itu menunjukkan arah baru tata kelola masyarakat dalam bentuk pemerintahan demokrasi yang menjunjung tinggi kedaulatan rakyat. Dalam hal ini negara sebagai tempat aktualisasi demokrasi tercermin dalam sebuah miniatur dalam lingkungan intelektual yang bernama kampus. Sistem pemerintahan mahasiwa kampus adalah miniatur politik dan merupakan representasi dari sebuah negara yang sedang berjalan.

Masalahnya dalam menjalankan sebuah sistem kedaulatan rakyat, terdapat tantangan-tantangan yang kian merongrong dan mengerosikan sistem demokrasi sedikit demi sedikit hanya supaya peran kepentingan oligarkis dapat memasuki wilayah kedaulatan rakyat yang berujung pada penerapan seremonial demokrasi. Dampak dari praktek ini adalah menjadi sarana pencucian citra buruk oligarki dengan wajah demokrasi berkeadilan yang pada realitanya ruh dari demokrasi sudah tewas ditikam praktek politiknya. Kenyataan seperti ini akan menimbulkan bahaya besar, lebih-lebih jika sistem oligarki sudah dianggap dan dimaklumi sebagai keniscayaan. Karena dalam konteks propaganda politik  mengatakan bahwa kesalahan yang diulang secara terus-menerus dapat dianggap sebagai kebenaran (illusory truth effect). Praktik oligarki juga menghambat proses regenerasi calon pemimpin menuju progresifisme dan integritas para pemimpin di masa yang akan datang. Semboyan-semboyan integritas, keadilan, inklusifsme hanya akan menjadi omongan kosong jika praktik di baliknya adalah setiran dari mesin oligarki. 

Dalam hal ini tidak dapat dipungkiri bahwa senat mahasiswa institut mempunyai motif kepentingan politis yang bermaksud mencalonkan orang-orangnya atau orang-orang titipan dari kelompok tertentu. Berbagai problem dalam proses pencalonan, secara moral kian terasa bahwa adanya ketiadaan transparansi dalam proses screening calon ketua dalam semua level. Kenyataan ini memuat berbagai hipotesis dan memancing kecurigaan para mahasiswa khususnya yang kritis dalam menilai gerakan-gerakan politik. Pasalnya tidak adanya proses transparansi  yang idealnya harus bersifat terbuka dan objektif yang kini dapat memuat unsur-unsur oligarkis dan seakan hanya menyeleksi calon-calon titipan untuk diloloskan.

Dampak negatifnya kian terasa dan terlihat. Kalau kita mengacu pada prosesi debat dan penyampaian visi-misi yang telah berlalu kemarin, praktik-praktik semacam ini mengeksplisitkan implikasi yang begitu mengerikan, melihat kualitas beberapa calon pemimpin di masa yang akan datang. Praktek demokrasi yang dipandang sebagai sistem yang paling ideal untuk konteks sekarang nyatanya tidak berjalan sesuai prinsip-prinsip demokrasi itu sendiri. Dalam hal ini, senat mahasiswa yang alih-alih menjadi lembaga demokratis yang mengedepankan inklusifitas justru berbanding terbalik dalam pengimplementasiannya.

Demokrasi yang dipandang sebagai sistem yang mengandung nilai-nilai transparansi, egaliter, kebebasan dan persaudaraan telah dirusak moralnya dalam sebuah praktek yang berat sebelah oleh politik penguasa. Praktek-praktek yang tidak konsisten, khususnya yang dilakukan senat institut menimbulkan implikasi yang menghambat inovasi dalam kepemimpinan kampus, melanggengkan status quo dan mengurangi keterwakilan partisipasi mahasiswa. Sehingga prosesi pemilu hanya akan dianggap sebagai formalitas yang dibangun oleh sistem yang berkuasa bukan politik kedaulatan rakyat yang memegang teguh prinsip-prinsip di dalamnya.

Adanya fenomena semacam ini sangat nyata berdampak buruk terhadap perkembangan dunia demokrasi khususnya kualitas kepemimpinan di kampus. Kepentingan mahasiswa akan terpinggirkan jika penyeleksian pencalonan dan produk regulasi hanya menguntungkan kelompok tertentu. Ironinya seakan praktek ini telah terstruktur dan ternormalisasi. Hal ini memuat implikasi terhadap mahasiswa yang bernotabene bukan siapa-siapa tidak punya fasilitas dan ruang untuk menggali potensi dan kian terpinggirkan. Lebih buruknya lagi daya kritis mahasiswa kian melemah dan tidak adanya rasa peduli terhadap proses regenerasi calon pemimpin.

Praktek oligarki semacam ini mencerminkan masalah besar dalam sebuah sistem demokrasi secara umum. Jika dalam ranah intelektual tingkat kampus saja sudah mengalami distorsi oleh kepentingan kelompok tertentu dan menormalisasikan praktek-praktek seperti ini. Sangat besar kemungkinan bagi kita, mahasiswa sebagai agen perubahan untuk segera melakukan reformasi mendasar dalam segala lini di semua level. Para pemimpin dan para mahasiswa harus berani menuntut transparansi, keadilan dan akuntabilitas dalam proses pemilihan. Sehingga tidak terjadi pengkaburan nilai-nilai demokrasi dan pelemahan daya kritis mahasiswa.

Dengan adanya berbagai problematika yang hadir di tengah situasi ini, diperlukan upaya dan langkah-langkah supaya demokrasi kembali berjalan bersama ruhnya:

Transparansi dalam proses screening calon pemimpin: mekanisme seleksi calon ketua harus jelas, terbuka dan melibatkan partisipasi mahasiswa secara luas. Penyeleksian harus berdasarkan objektivitas dan diumumkan ke publik supaya menutup ruang titipan oleh kelompok oligarki

Sistem pengawasan independent: dibutuhkan sebuah Lembaga pengawasan yang independent dan terbebas dari kepentingan kelompok manapun. Lembaga ini bertugas mengawasi jalannya pemilihan agar bebas dari intervensi kelompok oligarki

Penguatan literasi demokrasi dan kepedulian terhadap regenerasi bagi mahasiswa: program-program yang dibangun oleh organisasi kemahasiswaan harus direncanakan untuk partisipasi aktif dan kritis dalam proses demokrasi di kampus sehingga tidak mudah terpengaruh pragmatisitas politik praktis oleh titipan

Mendorong regenerasi kepemimpinan: Membuka peluang yang sama bagi semua calon yang berkompeten yang harus mengedepankan nilai-nilai meritokrasi tanpa adanya diskriminasi atau intervensi. Kepemimpinan kampus harus beradaptasi dan berinovasi sesuai perkembangan zaman

Demokrasi yang sehat dalam lini terkecil adalah cermin yang menunjukkan kepada demokrasi yang ideal dalam masyarakat. Melalui pembaruan sistem, penguatan kesadaran kritis dan edukasi demokrasi di lingkungan kampus, kita dapat memperbaiki dan membuka pintu inovasi guna melahirkan para pemimpin di masa depan yang mengerti akan nilai-nilai keadilan, moralitas, kebebasan dan tanggung jawab sosial. Sesuai dengan semangat revolusi Perancis, egalite, liberte dan fraternite yang menjadi ruh dari demokrasi. Oleh karena itu, melawan praktik-praktik oligarki dan praktik politik titipan dalam senat mahasiswa bukan hanya memperbaiki sistem internal kampus. Tetapi membawa angin segar perubahan dan kemajuan sebagai upaya membangun masa depan bangsa yang demokratis.

Pada pengimplementasiannya, sudah semestinya mahasiswa harus bersatu, aktif dan bersuara lantang untuk menuntut perubahan ini. Karena pada dasarnya, perubahan sejati yang dinilai sukses diawali dari terbentuknya kesadaran kolektif dan keberanian menolak diabolisme ketidakadilan khususnya di lingkungan kita. Di kampus kita sendiri. Disinilah kita memulai!.

BNI, Demos Minoris

Posting Komentar

0 Komentar