Kenyataan Pahit di Balik Angka UKT: Kampus Butuh Perubahan Nyata

Kampus sebagai institusi pendidikan tinggi memiliki tanggung jawab untuk menyediakan lingkungan belajar yang aman, nyaman, dan mendukung seluruh aktivitas mahasiswa, baik akademik maupun nonakademik. Namun, kenyataan di lapangan masih jauh dari harapan. Di beberapa perguruan tinggi, termasuk kampus tempat penulis menempuh pendidikan, mahasiswa telah membayar Uang Kuliah Tunggal (UKT) sebesar hampir tiga juta rupiah setiap semesternya, namun fasilitas yang tersedia belum mencerminkan nilai tersebut. Kondisi ini menimbulkan berbagai keluhan yang patut disampaikan secara terbuka sebagai bentuk aspirasi mahasiswa.

Salah satu keluhan utama berkaitan dengan fasilitas sanitasi. Banyak keran air yang tersebar di lingkungan kampus dalam kondisi rusak, bukan karena air tidak mengalir, melainkan karena bagian pemutar kerannya patah. Akibatnya, keran menjadi tidak bisa digunakan, padahal kebutuhan akan air bersih merupakan kebutuhan dasar yang tidak bisa ditawar. Kerusakan seperti ini, meskipun tampak sepele, sangat mengganggu kenyamanan mahasiswa dalam menjalankan aktivitas harian di kampus, dan menunjukkan kurangnya perhatian terhadap pemeliharaan fasilitas dasar.

Selain itu, fasilitas kamar mandi juga menimbulkan kekhawatiran. Beberapa pintu kamar mandi mengalami kerusakan mekanis yang menyebabkan pintu bisa terkunci sendiri dari dalam. Hal ini bukan hanya mengganggu kenyamanan pengguna, tetapi juga berpotensi menimbulkan risiko keselamatan. Situasi semacam ini semestinya segera mendapat penanganan serius, mengingat fasilitas sanitasi merupakan bagian dari layanan publik kampus yang paling mendasar dan harus selalu dalam kondisi prima.

Kondisi ruang organisasi mahasiswa (ormawa) dan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) pun tidak kalah memprihatinkan. Ruang yang disediakan terlalu sempit dan tidak representatif untuk menunjang aktivitas kelembagaan mahasiswa. Banyak organisasi harus berbagi satu ruangan kecil untuk menyimpan perlengkapan, mengadakan rapat, dan menyusun program kerja. Hal ini jelas membatasi ruang gerak mahasiswa untuk berkembang dan berkegiatan di luar kelas. Padahal, eksistensi ormawa dan UKM sangat penting dalam membentuk karakter, kepemimpinan, serta soft skill yang tidak didapat di bangku kuliah.

Masalah lain yang kerap menjadi sorotan adalah kondisi area parkir. Persoalan yang dihadapi bukan terletak pada keterbatasan lahan, melainkan pada kenyamanan dan kelayakan area parkir tersebut. Sebagian besar kendaraan mahasiswa diparkir di area terbuka yang langsung terpapar sinar matahari, tanpa pelindung atau peneduh yang memadai. Di area tersebut hanya terdapat sedikit pohon dan tidak ada struktur pelindung seperti atap atau asbes. Akibatnya, kendaraan terpapar panas ekstrem sepanjang hari. Karena itu, tidak jarang mahasiswa memarkirkan kendaraan mereka di area parkir dosen yang lebih teduh, meskipun hal ini kerap menjadi sumber teguran. Kondisi ini menunjukkan perlunya perbaikan tata kelola fasilitas parkir yang lebih adil dan nyaman bagi mahasiswa.

Terkait ruang kelas, fasilitas secara umum berada dalam kondisi yang baik. Tempat duduk tersedia dalam jumlah yang cukup dan dalam keadaan layak pakai, papan tulis juga tersedia dan berfungsi dengan baik. Ventilasi udara tergolong baik, kipas angin tersedia dan berfungsi normal, dan pencahayaan bahkan dinilai terlalu terang di beberapa ruangan. Artinya, meskipun terdapat beberapa kekurangan di area lain, aspek fisik ruang kelas masih tergolong memadai.

Seluruh permasalahan ini menimbulkan pertanyaan besar tentang efektivitas penggunaan dana UKT yang dibayarkan mahasiswa. Mahasiswa memiliki hak untuk mempertanyakan dan menuntut transparansi pengelolaan anggaran, terutama jika fasilitas dasar yang sangat diperlukan masih menunjukkan berbagai kekurangan. Ketimpangan antara kewajiban membayar dan kualitas pelayanan yang diterima menimbulkan ketidakpuasan yang wajar dan harus segera ditindaklanjuti oleh pihak pengelola kampus.

Langkah yang dapat diambil dalam jangka pendek mencakup perbaikan keran air yang rusak, perbaikan pintu kamar mandi yang bermasalah, serta pengembangan ruang ormawa dan UKM agar lebih representatif. Untuk jangka menengah dan panjang, penyediaan struktur pelindung seperti atap atau asbes di area parkir mahasiswa sangat penting untuk memberikan kenyamanan dan perlindungan dari panas. Selain itu, pemeliharaan fasilitas ruang kelas yang telah baik perlu terus dijaga agar tetap mendukung proses belajar yang optimal.

Dengan UKT sebesar hampir tiga juta rupiah per semester, mahasiswa tidak hanya membayar untuk hak mengakses kelas, tetapi juga untuk hak mendapatkan lingkungan kampus yang layak, sehat, dan mendukung. Sudah saatnya aspirasi mahasiswa didengarkan, dan pembenahan fasilitas dijadikan prioritas. Karena kualitas kampus tidak hanya diukur dari kurikulum dan dosen, tetapi juga dari seberapa layak dan manusiawi fasilitas yang disediakan bagi penggunanya.

Penulis: ALEA IACTA EST ET NOVUM LUDUM INCIPIT.

Posting Komentar

0 Komentar