KONGRES XVI sebagai Pupuk Pembelajaran Mental Mahasiswa

Temanggung, 20 Juni 2025 — Komisi Pemilihan Umum Mahasiswa (KPUM) INISNU Temanggung menggelar Kongres Mahasiswa XVI yang mengusung tema "Sinergitas Menuju Regenerasi Kepemimpinan yang Inklusif, Kompeten, dan Penuh Integritas". Kegiatan ini sukses dilaksanakan pada Rabu (18/6/2025) di Aula Lantai 3 INISNU Temanggung.

Sebagaimana hadis riwayat Bukhari, "Setiap kalian adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya," Dema INISNU Temanggung masa kepengurusan 2024–2025 menyampaikan laporan pertanggungjawaban selama satu periode penuh.

Kongres tersebut dihadiri oleh segenap perwakilan dari Ormawa, UKK, dan UKM INISNU Temanggung. Ketua Dema I (Dea Puji Lestari) yang telah resmi didemisioner menyampaikan, "Saya berharap semua mahasiswa dapat mengikuti Kongres Mahasiswa XVI dengan khidmat, dan semoga kongres ini mampu menghasilkan keputusan terbaik." Acara ini sekaligus menjadi titik awal bagi lahirnya kepemimpinan baru yang lebih berintegritas.

Ketua KPUM, Afandi Imam Fatwa, menuturkan, "Organisasi mahasiswa perlu memiliki semangat baru agar keberlangsungannya tetap terjaga dan semakin produktif. Kongres ini merupakan salah satu momen puncak di INISNU Temanggung."

Kongres dibuka secara resmi oleh Bapak Nasih Muhammad, S.Hi., M.H. Dalam sambutannya, beliau menyampaikan, "Setiap organisasi pasti akan sampai pada fase seperti ini, yang menjadi sarana pembelajaran. Di masa sekarang, ujaran kebencian semakin marak. Ketika ada ketidakpuasan terhadap kepemimpinan, kebencian pun mudah diujarkan secara terbuka." Pernyataan ini menggambarkan bahwa kepengurusan Dema INISNU Temanggung 2024–2025 telah melalui banyak fase berat, dan Kongres Mahasiswa XVI menjadi bukti keberhasilan mereka melewati dinamika tersebut hingga akhir masa jabatan.

Kongres berlangsung cukup lama karena tingginya semangat dari para peserta sidang—baik dari audiensi maupun jajaran kepengurusan. Bahkan Ketua Presidium turut menyampaikan pendapatnya secara berapi-api. Banyak pro dan kontra bermunculan, dan sejumlah persoalan selama periode 2024–2025 pun diangkat ke permukaan. Forum penuh dengan perdebatan, suara tinggi, dan nada tajam akibat selisih pendapat serta ketidakpuasan terhadap tanggapan antar peserta. Hal ini menyebabkan jalannya sidang molor dan baru selesai pada malam hari.

Namun, banyak hal yang bisa kita pelajari dari dinamika ini: mulai dari ketentuan sidang, efisiensi waktu, hak dan kewajiban peserta, hingga sikap mahasiswa dalam mengelola emosi dan bersikap dewasa di ruang publik. Mahasiswa seharusnya menunjukkan kualitas—bertanggung jawab, cerdas dalam manajemen diri, serta sadar aturan baik secara legal maupun sosial saat berbicara.

Sayangnya, masih banyak mahasiswa yang hanya mengandalkan retorika manis dengan alunan nada dan intonasi bijak, tetapi tidak dibarengi dengan dasar argumen yang kuat. Mereka bersuara lantang, tapi hanya berlandaskan keyakinan dan kepercayaan diri pribadi, tanpa memperhatikan the principle of legality dalam forum. Akibatnya, forum dipenuhi suara yang arogan, minim literasi, dan kesadaran diri yang rendah—seolah menjadi panggung pembuktian siapa paling "bijaksana", bukan forum yang ilmiah dan terarah.

Harapannya, mahasiswa dapat menjadikan Kongres Mahasiswa XVI ini sebagai refleksi dan pupuk pembelajaran mental. Terutama dalam mengkritisi sikap egoistik yang cenderung mengalami "masturbasi mental" terhadap idealisme sendiri. Memang sulit mengubah kesadaran seseorang yang tenggelam dalam keyakinan pikirannya. Rasionalitas menjadi layu hanya karena idealisme yang dimakan mentah tanpa diuji secara objektif. Kebenaran yang berasal dari akal sehat pun sulit didengar oleh telinga yang belum diasah berpikir. Seperti pisau berkarat yang menolak diasah dengan ilmu.

Mahasiswa saat ini mengalami krisis dalam mencari, menerima, mengolah, dan menyampaikan informasi. Sebagaimana diungkapkan Aristoteles dalam Retorika, "Di hadapan audiens tertentu, pengetahuan yang kita miliki tidak menjadi jaminan untuk membuat mereka yakin dengan apa yang kita katakan. Ada golongan audiens tertentu yang tidak bisa menerima argumen yang dibuat berdasarkan kerangka keilmuan."

Tulisan ini merupakan sebagian kecil dari gambaran Kongres Mahasiswa XVI yang telah berlalu. Penulis tidak bermaksud menyerang pihak manapun, melainkan menulis berdasarkan pengalaman dan pengamatan pribadi. Jika ada pihak yang tidak setuju atau memiliki pandangan berbeda, dipersilakan untuk mengajukan tulisan banding melalui media yang bersangkutan.

Terima kasih.

Posting Komentar

0 Komentar