Di sebuah malam yang tak bernama,
seorang lelaki berjalan tanpa bayangan.
Cinta telah pergi darinya
seperti cahaya yang bosan menyinari batu.
Ia memanggil Tuhan dalam hatinya:
“Ya Cahaya, mengapa Kau biarkan aku jatuh
ke jurang yang tak memiliki dasar?”
Dan Tuhan menjawab melalui diam-Nya:
“Agar kau tahu bahwa dasar itu ada di dalam dirimu.”
Tetapi lelaki itu tetap menangis,
sebab air mata adalah satu-satunya bahasa
yang dimengerti oleh jiwanya yang retak.
Ia meraba dadanya,
mencari detak yang dulu pernah gagah—
kini tinggal gema samar
seperti doa yang lupa kepada siapa ia ditujukan.
Lalu angin berbisik kepadanya:
“Luka bukan neraka, wahai lelaki,
ia hanyalah pintu yang menolak untuk kau tutup.
Masuklah…
dan temukan siapa dirimu setelah semuanya pergi.”
Maka lelaki itu pun melangkah,
membawa kehancurannya seperti obor kecil
yang menuntunnya kembali kepada rahasia dirinya.
Dan dalam gelap yang paling pekat
ia akhirnya sadar—
bahwa cinta bukanlah yang meninggalkannya,
melainkan ia yang belum sanggup
kembali kepada dirinya sendiri.
Pena Amerta.
Temanggung, 10 Desember 25.
0 Komentar