Nyadran Kampung Hijau: Merawat Tradisi dan Spiritualitas di Kampus INISNU Temanggung


Temanggung – Untuk pertama kalinya, tradisi Nyadran digelar di lingkungan kampus INISNU Temanggung dengan balutan refleksi dan orasi keagamaan. Kegiatan bertajuk “Nyadran Kampung Hijau” ini melibatkan seluruh keluarga besar Yayasan Pendidikan Tinggi Nusantara (YAPTINU) Temanggung, termasuk sivitas akademika dari INISNU, AKPER Al Kautsar, MI Elpist, PAUD, TK Elpist, serta lembaga-lembaga lain di bawah naungannya. Acara ini juga terbuka untuk masyarakat umum, menjadikannya ajang silaturahmi yang memperkuat hubungan antara kampus dan lingkungan sekitar.

Dalam sambutannya, Drs. H. Nur Mahsun, M.Si., Ketua BPP INISNU dan YAPTINU Temanggung, mengungkapkan harapannya agar tradisi ini menjadi agenda rutin tahunan. “Nyadran Kampung Hijau ini adalah kegiatan perdana yang penting untuk dilestarikan, bukan hanya sebagai tradisi, tetapi juga sebagai pengingat akan nilai-nilai luhur yang sudah melekat dalam budaya kita,” ujarnya, Jumat (21/02/2025).

Menguatkan makna acara, KH. Nurul Yaqin, S.Sos., Ketua PCNU Temanggung, menyampaikan bahwa Nyadran merupakan warisan budaya Hindu yang telah terakulturasi dengan nilai-nilai Islam. “Banyak amaliyah Jawa yang sejatinya sudah sejalan dengan ajaran Islam, seperti menghormati leluhur sebagai wujud birrul walidain dan semangat berbagi melalui sedekah,” tuturnya dalam sesi mauidzah hasanah. Ia juga menegaskan bahwa warga Nahdlatul Ulama (NU) memiliki kewajiban untuk melestarikan budaya lokal yang tidak bertentangan dengan syariat Islam.

Sementara itu, KH. Ahmad Syarif Yahya, S.Sos. menambahkan bahwa ada dua nilai utama yang harus terus dijaga oleh para ulama, yaitu penghormatan kepada leluhur dan semangat berbagi. “Dua hal ini sangat mulia, karena Allah memuliakan hamba-Nya yang berbakti kepada orang tua dan dermawan terhadap sesama,” jelasnya.

Beliau juga mengenang jasa KH. Abdul Hadi Shofwan, salah satu pendiri kampus INISNU Temanggung. “Beliau adalah sosok visioner yang sudah memikirkan masa depan kaum Nahdliyyin sejak tahun 1960-an, saat gagasan mendirikan sekolah masih dipertanyakan oleh banyak ulama pada masanya. Kini, manfaat dari perjuangan beliau bisa kita rasakan bersama,” kenangnya.

Menjelang bulan suci Ramadhan, KH. Syarif Yahya menutup refleksi dengan pesan spiritual yang mendalam: “Man fariha bidukhuli Ramadhan harroma Allahu jasadahu min an-naar. Barang siapa yang bergembira menyambut Ramadhan, Allah akan mengharamkan jasadnya dari api neraka.” Ia menegaskan bahwa kebahagiaan ini bukan karena aspek materi, melainkan karena kesempatan bertemu dengan Syahru Maghfiroh—bulan penuh ampunan.

Acara Nyadran Kampung Hijau ditutup dengan doa bersama dan makan bersama, mempererat tali silaturahmi antarwarga kampus dan masyarakat sekitar. Kegiatan ini diharapkan menjadi awal dari tradisi positif yang terus berkembang, menguatkan identitas budaya lokal yang bersinergi dengan nilai-nilai Islam.

Posting Komentar

0 Komentar